HOME

Rabu, 03 Maret 2010

Seminggu Bersama Tante

Sore itu, Aku ( sebut aja Adam ) jalan ke sebuah mal untuk
beli baju. Sesampainya di counter pakaian, Aku memilih - milih
baju, setelah mendapatkan baju yang kuinginkan, Aku menuju ke
kasir.

Disaat hendak membayar ke kasir, tiba-tiba ada suara wanita
dari sebelahku nyeletuk ke kasir, " Mbak, tolong sekalian
punya saya dihitung, biar saya yang bayar".

Singkat aja dari kejadian itu kita kenalan, kemudian Aku
diajak tante Ana makan di salah satu satu kafe di mal itu.
Setelah makan, Aku diajak Tante Ana ke rumahnya yang mewah,
sesampainya di dalam rumah Aku dipersilahkan duduk. Adam,
tante mandi dulu ya.... silahkan tante jawabku.

Sekitar 5 menit ada suara dari arah kamar mandi memanggilku,
yang tak lain adalah Tante Ana. Adam, tolong kesini..... Tante
mau minta tolong. Ada apa Tante? Tanyaku. Ini Adam, Tante
tolong dilulurin... sambil memberikan lulur scrub kepadaku.
Pertama kululurin bagian punggungnya dan sambil kupijit.
ehhmmm ..... enak sekali Adam pijatanmu,

Kemudian Tante Ana membalikkan badannya, kemudian pemandangan
yang indah ternyata muncul juga. kulihat buah dada Tante Ana
yang putih dan montok tepat di depanku. Tanpa pikir panjang
lagi, langsung kuhampiri susu Tante Ana yang putih dan montok
itu dan langsung kujilati.

Ooohhh.... enaaakkk sayang. Terus kujilati sampai ke bawah dan
sesampainya di lubang kenikmatan, langsung kujilati vagina
Tante Ana, dan terlihat itil Tante Ana yang udah memerah.

"Oouuhhh....... sayaangggku, teruskan sayang... nikmat sekali
rasanya" kata Tante Ana sambil memegangi kepalaku dan
menggeliat - geliat keenakan.
Setelah itu gantian Aku yang dilahap habis oleh Tante Ana,
dijilatinya seluruh tubuhku dari atas sampai bawah, baik pada
bagian depan maupun belakang. Sesampainya di penisku, Tante
Ana bilang
"Wow.... besar sekali sayang, pasti enak nich, untuk Tante
ya".
Setelah itu dipegangnya penisku, lalu dimasukkannya ke dalam
mulut, lalu di kulumnya dengan semangat, selain itu
dijilatinya juga anusku sampai basah.
"Ouuucchhhhh..... oooohhhhhh.... ohhhhh....
enaaakk tanteee...." Dan " jrooottt... jroott.... jrrooottt,
keluarlah air maniku di dalam mulut Tante Ana, dan disedotnya
terus air maniku sampai habis.

"Ehhmmm.... segar sekali air manimu sayang, kata Tante Ana
sambil terus menyedot penisku sampai penisku tegang lagi. Para
pembaca bisa membayangkan, gimana rasanya setelah keluar air
mani, masih terus disedot sampai penis tegang lagi. Ehhmmm..
pasti sungguh nikmat khan. Setelah itu, dipegang dan
diarahkannya penisku ke lubang vagina Tante Ana.
"Ayo sayanggg.... cepat masukkan sayanggg, Tante udah nggak
tahan nich...."
Langsung aja kumasukkan penisku yang udah menegang sejak tadi.

Oohhh.... eennaakk sayaanngg....... teruss sayaanngg.....
oohhhhh..... ooohhhh.
Kugenjot terus penisku di dalam vagina Tante Ana, sampai Tante
Ana kelonjotan. Setelah kugenjot sekitar 10 menit, Tante Ana
mendesah
"Ooouucchhhh sssaayang.. tante mau keluar nih... terus
saayangg..."
Kugenjot terus dan diimbangi dengan goyangan pinggul Tante Ana
yang membuat Aku pingin keluar juga.

Dan " Jrrooottt..... jroottt... jroottt.....
Ternyata Tante Ana udah keluar, dan kurasakan banjir di dalam
vagina Tante Ana, sekarang vagina Tante Ana semakin basah dan
licin. Genjotanku semakin kupercepat dan Tante Ana juga
mempercepat goyangannya.

"Terus sayang..... enak sayang.....
oohhhh....oohhhhh...ooohhhhh..." dan jrroootttt....jrroottt...
jrrootttt kita berdua keluar bersamaan.
"Ohhhh.... nikmat sekali sayang, kamu benar - benar hebat
sayang", kata Tante Ana, dan Tante juga hebat jawabku, lalu
kita berdua tertidur pulas sampai pagi dengan posisi penisku
masih di dalam vagina Tante ana. Lalu pagi harinya kita berdua
bangun dan langsung mandi bersama. Setelah itu kita pergi ke
mal, sesampainya di mal kita makan lalu diteruskan shopping.
Kegiatan seperti ini berlangsung terus sampai satu minggu
lamanya. Selama satu minggu itu juga, segala kebutuhanku
ditanggung oleh Tante Ana. Setelah 1 minggu bersama, kita
berdua harus pisah karena Tante Ana harus mengurusi bisnisnya
yang ada di london. Makasih Tante Ana, atas kasih sayang dan
perhatianmu selama satu minggu itu.

Sekretaris Pribadi

Selepas sekolah aku kuliah di akademi sekertaris. Aku pisah dengan keluarga dan tinggal sendiri. Tak jarang rasa sepi terasa saat jauh dari keluarga. Untunglah aku memiliki teman akrab yang dapat menghilangkan rasa sepi. Namanya Selly ia teman kampusku dan kebetulan kami satu kost.

Selly memang supel. Ia memiliki banyak teman dan kenalan. Sering ia memperkenalkan aku dengan teman-temannya. Tak jarang teman prianya mencoba untuk berpacaran denganku. Katanya sih aku cantik dan memiliki penampilan yang begitulah. Akhirnya aku berpacaran dengan kenalan Selly. Namanya Daniel. Ia sangat gigih untuk meluluhkan hatiku. Bisa dibilang temanku Selly memiliki pergaulan yang bebas. Memang ia memiliki banyak pacar dan tak jarang mereka menginap di kamar Selly.

Memang tempat kostku bagus dan bebas. Dan terkadang pacarku sering pulang malam. Tapi kami hanya mengobrol dan tidak melakukan apa-apa. Mungkin, karena Daniel cara berpacarannya jauh, terkadang ia mencoba untuk menaklukan tubuhku.

Baru kali aku menerima pria sebagai pacarku. Awalnya Daniel mencoba untuk mencium bibirku. Tapi aku menghindar dan menolaknya. Tapi karena usahanya yang gigih akhirnya bibir ini kuberikan. Hampir setiap bertemu ia melahap bibirku. Seakan tiada pertemuan tanpa berciuman. Tahap demi tahap usahanya berhasil membuatku memberikan tubuhku. Mulai dari bibir, dadaku dan kepolosan tubuhku yang tanpa sehelai pakaian. Kecuali keperawananku.

Sering Daniel meminta keperawananku. Tapi kutolak, kuanggap sudah semua kuberi. Kecuali satu ini. Setiap bertemu tubuhku selalu polos, karena Daniel selalu melucuti pakaianku. Awalnya aku merasa canggung. Awalnya aku hanya kasihan, mungkin karena kelembutan Daniel aku malah menyukai hal ini.

Aku memiliki komputer di kamar kostku. Sering Daniel membawakan film. Tapi lama-lama aku diajak nonton film XX. Awalnya aku risih, karena merasa lihat tubuh sendiri. Aku jijik melihat adegan-adegan itu. Tapi karena Daniel memberikan kelembutan disaat kami menonton, perlahan aku suka. Kuanggap sebagai pelajaran. Beberapa lama kemudian aku mempraktekkannya. Aku mencontoh beberapa adegan dan aku menyukainya. Sampai kuberikan liangku, tapi aku tetap perawan karena hanya liang belakangku yang kuberikan. karena kasihan terhadap Daniel yang menginginkan bersetubuh denganku.

Awalnya aku agak risih dan aneh. Tapi rasa nikmat yang kurasakan malah membuatku ketagihan. Sampai-sampai aku beronani saat kusendiri. Makin diasah rasanya aku makin butuh. Sampai kurobek sendiri selaput daraku dengan jari-jariku. Daniel tidak tahu hal ini. Kurasakan kenikmatan yang berbeda disaat liang vaginaku dimasuki sesuatu.

Saat malam minggu, Daniel dan aku bercumbu seperti biasanya. Sampai kami benar-benar terangsang dan sodomi kami lakukan. Aku menikmatinya, entah Daniel. Beberapa kali kurasakan semburan Daniel di liang anusku. Sampai-sampai liangku sangat licin. Akhirnya aku kelelahan dan kulihat Daniel ke kamar mandi. Sesaat kuterlelap. Beberapa lama kuterlelap. Sesaat kutersadar dan kurasakan kakiku mengangkang lebar. Terasa sentuhan yang lembut merangsang daerah sensitifku. Dengan reflek, dada dan daguku terangkat tinggi. Ah, birahiku mengalir di dalam darahku. Sesaat nafasku berburu, kumendesah. Kemudian kurasakan tubuhku dipeluk. Kurasakan bibir vaginaku tersentuh sesuatu. Perlahan suatu benda memasuki liang vaginaku. Sekejap kutahan nafas dan kurasakan nikmat seiring benda yang memasuki liangku. “Ooouuhh,” terucap seiring liangku tertancap dalam. Mataku tak dapat kubuka lebar karena kunikmati kejadian ini. Perlahan terlihat sosok Daniel.

Kurasakan Daniel mengeluar-masukkan miliknya perlahan. Mengapa kurasakan kelembutan dan kenikmatan dari sentuhannya. Beberapa lama kurasakan semburan di liangku. Aahh, rasanya, membuat rasa yang.. Sesaat kemudian kurasakan puncakku. Kudekap erat Daniel dan sesaat tubuhku menegang. Setelah itu kubenar-benar tersadar dan rasa bingung, sedih, kecewa dan senang bercampur aduk di hatiku. Rasa malu tersimpan di hatiku. Harga diriku sesaat hilang bersama persetubuhan itu. Beberapa kali Daniel menyetubuhiku. Tapi rasa klimaks yang kurasakan setiap berhubungan, membuatku ketagihan.

Akhirnya aku lulus kuliah. Dan Aku menjadi sekertaris. Bosku baik. Ia sudah menikah. Kurasakan orangnya lembut. Entah mengapa, lambat laun aku menyukainya. Perasaan sama kurasakan dari sikapnya. Kulihat ia rajin datang. Kami sering bersama dan kami sering mengobrol di dalam ruangannya. Awalnya kami berbincang. Akhirnya kami saling terbuka dan membicarakan tentang hal yang pribadi. Sesaat kami bertatapan. Rasa getaran yang kuat mengalir di tubuhku di saat dekat dengannya

. Mungkin karena rokku yang pendek membuat ia terangsang. Beberapa kali tangannya menyentuh pahaku. Awalnya aku ingin menolaknya. Tapi apa salahnya, maka kubiarkan. Karena sikapku ini Pak Rian semakin sering memegang pahaku. Tak jarang ia mengelus-elus dan bertahap menyusup ke selangkanganku. Sebenarnya aku ingin menepis perbuatannya. Mungkin karena aku menyukai, sentuhannya maka kubiarkan. Tampaknya ia merasa dapat lampu hijau dariku. Tangannya awalnya meraba pahaku dan akhirnya merembet ke selangkanganku, aku bingung haru berbuat apa. Aku hanya bisa diam, kemudian ia mengangkat rokku, merangkulku. Bibirnya menciumi kupingku, leher dan bibirku. Aku bingung harus bagaimana.

Hari-hari berikutnya ia melakukan hal ini terus. Suatu saat ia mencumbuku, kurasakan tangannya perlahan mengelus dari pahaku, pinggul, perut dan naik ke dada. Sesaat kami terdiam. Rasa campur aduk di hatiku. Serasa aku ingin memarahinya. Tapi aku tak dapat. Ia atasanku, dan sebetulnya aku menyukai hal ini.

Karena kuterdiam ia semakin menjadi. Dadaku ia raba-raba lalu diremasnya. “Dadamu empuk ya, besar loh,” bisik bosku. Kurasakan di dadaku mengalir rangsangan. Putingku terasa mengeras, nyilu dan nikmat. Rasanya kusuka. Kutak sanggup bergerak karena birahiku muncul. Beberapa lama kurasakan tangannya menikmati dadaku. Kemudian bibirku juga ia nikmati. Kurasakan bibirku dilahap dengan nafsunya. Beberapa lama mulai kurasakan kelembutannya. Kubalas kecupan bibirnya, lidahnya dan hisapan terhadap air liurku.

Beberapa lama kurasakan tanganku mulai sanggup bergerak. Perlahan kugerakkan dan kuhampiri pipinya. Lalu pipinya tersentuh tanganku dan kuelus-elus sebagai tanda kumenikmatinya. Kurasakan kemejaku keluar dari rokku. Ternyata Pak Rian mengangkatnya. Tangannya kurasakan menyusup dari perutku. Kurasakan sentuhan tangannya membuai perut lalu naik mendekap braku. Terbuai kulit dadaku. Beberapa lama kemudian tangannya menelusuri tali BH-ku dan akhirnya sampai dikaitan BH-ku.

Kurasakan tangannya mengelus punggungku sesaat. Lalu kurasakan kaitan bra-ku lepas. Pak Rian melepaskannya. Kurasakan jemarinya berjalan meraba punggunku dan akhirnya mendekap buah dadaku. “Tanpa bra lebih besar, lebih terasa,” bisik Pak Rian. Kurasakan tubuhku memasrah. Jemarinya memainkan putingku. Rasanya nyilu dan nikmat. Sekilas wajahku ke samping dan tertunduk. Perlahan kuhisap dan kugigit lembut bibir bawahku. Dadaku terangkat dengan reflek, seakan kusodorkan ke Pak Rian.

Kurasakan tangan Pak Rian keluar dan tak menyusup lagi. Bibirku ia kecup lagi. Perlahan tangannya kurasakan menyusup di celah lengan kemejaku. Tali bra-ku kurasakan ditariknya keluar sampai ke ujung jemariku tanganku. Sesaat kemudian taliku yang satunya juga ia lepaskan, kini tiada yang menahan bra-ku. Kemudian tangannya menyusup ke dalam kemejaku lagi. Penyangga buah dadaku kurasakan turun dan lepas keluar ditarik tangannya. Sesaat kurasakan putingku menyentuh langsung kemejaku. Lalu tangannya meremas-remas kemejaku yang menutupi langsung buah dadaku. Kemudian kurasakan putingku ia gelitik dengan lembut. Aahh, nikmat rasanya.

Sesaat terdengar dering telpon. Kami terhenti dan Pak Rian segera mengangkatnya. Sesaat terlihat kedua titik dadaku oleh mataku. “Kamu temenin aku nanti ya!” sahut Pak Rian kepadaku saat berbincang di telepon. Aku rasa aku harus memakai bra-ku lagi. Tidak enak bila terlihat karyawan lain. Sesaat kulepaskan kancingku satu persatu dan kulepaskan kemejaku sambil membelakangi Pak Rian. Sesaat kurasakan tubuhku didekap dari belakang. “Badan kamu bagus,” sambil tangannya meraba dan meremas buah dadaku lagi. Telingaku ia cumbu. Kemudian ia ajak lagi aku ke tempat duduk. Lalu ia duduk dan kedua tanganku ditarik sehingga aku mendudukinya secara berhadapan. Rokku terangkat dan celana dalamku terlihat jelas. Mulutnya segera melahap dadaku. Salah satu tangannya memelukku dan satunya lagi menikmati dadaku yang tersisa. Mataku terpejam sambil menikmati sentuhannya.

Bberapa lama ia menikmati buah dadaku. Ada teleon berbunyi. “Uah dulu, kita berangkat ya,” ucapnya setelah beberapa lama melahap tubuhku. Aku segera memakai dan merapikan pakaianku. Ia memintaku menemaninya rapat di pantai utara Jakarta. Setelah itu kami menyempatkan berbincang sambil melihat matahari terbenam di ujung laut.

Perlahan sore selesai dan mendung perlahan menutupi langit. Angin perlahan berhembus kencang dan gerimis turun. Akhirnya kami bergegas masuk kemobil. Perlahan hujan turun. Suasana di luar terlihat gelap. Rasa tenang aku rasakan di dalam mobil. Setelah lama mengobrol di mobil. Kulihat di sekitar mobil banyak yang berhenti parkir dan kadang ada yang bergoyang.

Mata Pak Rian kulihat menatapku. Lalu ia pindah ke tempat dudukku. Bibirnya segera melahap bibirku. Aku tak mau kalah dan kami bersaing. Kurasakan buah dadaku diraba tangannya, lalu diremas-remas dengan lembut. Sesaat kemudian kancing bajuku kurasakan dilepas satu-persatu, rasanya tali bra-ku juga dilepas. Dadaku ia telajangi. Perlahan bibirnya turun dari bibir, leher, pundak, sesaat senderan kursiku ia rebahkan dan kemudian buah dadaku ia lahap.

Daguku terangkat dan dadaku membusung ke mulutnya. Kurasakan nikmat, terkadang wajahku kuhadapkan ke kanan atau ke kiri sambil kugigit lembut bibir bawahku. Kurasakan pahaku ia raba dan kemudian ke celana dalamku. Beberapa lama kemudian kurasakan celana dalamku ia tarik dan lepaskan. Rokku juga tak ketinggalan. Kurasakan hembusan AC mobil membuai tubuhku bersama jemari Pak Rian yang meraba-raba hampir seluruh tubuhku dengan kehangatannya.

Buah dada dan bibirku ia gilir. Kurasakan tangannya turun dari perut ke tonjolan sensitifku. Lalu ia mainkan dan perlahan jarinya meraba bibir vaginaku yang sudah basah. Sesaat kurasakan liang vaginaku ia masuki dengan jarinya. “Ooouuhh,” ucapku sesaat. Kurasakan jarinya keluar-masuk di liangku. Beberapa lama kurasakan tubuhnya menindih tubuhku. Kurasakan ia membuka celananya. Kakiku ia buat melebar, lalu kurasakan bibir vaginaku tersentuh miliknya, sesaat liangku ia tancap sampai dalam dengan mudah. “Oouuhh,” ucapku sesaat lagi. Kurasa aku sudah basah. Tanpa tahapan ia langsung mengeluar-masukkan miliknya dengan cepat.

Kutaksanggup menahan rasa nikmat. Desahan demi desahan akhirnya terlepas dari mulutku. Tubuhku menjadi pasrah menikmati sentuhannya. Rasa nikmat membuatku cepat mencapai puncak. Beberapa lama kemudian kurasakan miliknya menyembur liang vaginaku. “Ooouuhh.. aahh..” terlepas dari mulutku seiring menikmati semburannya yang terasa hangat di liangku. Akhirnya kami istirahat sesaat. Mungkin karena suasana yang nikmat, kami akhirnya mengulangi beberapa kali.

Keesokannya ia menjadikan aku merangkap sekretaris pribadinya. Ia meminta aku tinggal di apartermen barunya. Kami semakin sering berhubungan. Mungkin hampir setiap hari. Aku juga membantunya memperlicin kerjsama dengan klien usahanya. Dari situ aku banyak mengenal orang-orang tertentu. Dan kunikmati petualangan ini. Mungkin karena aku menyukainya, aku bersedia jadi istri mudanya.

Nikmatnya Sekretaris cantik

Fabiola, yang biasa dipanggil Febby, seorang wanita cantik berusia 25 tahun.
Febby bekerja disalah satu perusahaan pariwisata yang cukup terkenal sebagai
sekretaris. Tubuh Febby cukup sintal dan berisi, didukung dengan sepasang gunung
kembar berukuran 36B serta wajah yang cantik, membuat setiap pria pasti
meliriknya, setiap kali ia berjalan.
Seperti biasa setiap hari Febby pergi ke kantornya di bilangan Roxi Mas, yang
tanpa disadarinya ia dibuntuti sekelompok pemuda iseng yang hendak menculiknya.

Sudah beberapa hari para pemuda itu mempelajari kebiasaan Febby pergi dan pulang
kantor. Dan hari itu mereka sudah menyusun rencana yang matang untuk menculik
Febby. Tiba-tiba dijalan yang sepi taksi yang ditumpangi Febby dicegat secara
tiba-tiba, dan sambil mengancam sopir taksinya, mereka langsung menyeret Febby
masuk kedalam mobil mereka, dan tancap gas keras-keras, hingga akhirnya mobil
mereka larikan kearah pinggir kota, dimana teman-teman mereka yang lain sudah
menunggu disebuah rumah yang sudah dipersiapkan untuk 'mengerjai' Febby.

Didalam mobil Febby diapit oleh dua orang pemuda berkulit hitam, sedangkan yang
dua lagi duduk dikursi depan. Febby sudah gemetaran karena takut, dan benar-benar
tidak berdaya ketika dua orang yang mengapitnya memegang-megang tubuhnya yang
sintal dan putih itu. Dua pasang tangan hitam bergentayangan disekujur tubuhnya,
yang kebetulan pada hati itu Febby mengenakan rok lebar sebatas lutut, dengan
atasan blouse putih krem yang agak tipis, hingga bra Wacoal hitam yang
dikenakannya lumayan terlihat jelas dari balik blouse tersebut.

Dengan leluasa disepanjang jalan tangan-tangan jahil tertersebut bergentayangan
dibalik rok Febby sambil meremas-remas paha putih mulus tersebut, hingga
akhirnya mereka tiba dirumah tersebut, dan mobil langsung dimasukkan kedalam
garasi dan rolling doorpun langsung ditutup rapat-rapat. Febby yang sudah
terikat tangan dan kakinya, serta mulut tersumpal dan mata ditutup saputangan
digendong masuk kedalam ruang tamu, dan didudukkan disofa yang cukup lebar.

Ikatan tangan, kaki, mulut dan mata Febby dibuka, dan alangkah terkejutnya ia
sekitar tiga puluh pemuda yang hanya memakai cawat memandanginya dengan penuh
nafsu seks. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Febby pun mulai dikerjai oleh mereka.
Febby yang sudah tidak berdaya itu hanya bisa duduk bersandar di sofa dengan
lemas ketika salah seorang lelaki mulai membuka kancing blouse-nya satu persatu
hingga blouse putih tersebut dicopot dari tubuh sintalnya itu.

Beberapa orang lagi berusaha membuka rok merah Febby hingga Febby pun akhirnya
hanya memakai bra hitam serta celana dalam nylon berwarna hijau muda, dan
membuat dirinya terlihat makin menggairahkan, dan spontan saja para pemuda
berandal tersebut langsung terlihat ereksi dengan kerasnya. Celana dalam Febby
pun langsung buru-buru dilepas dan menjadi rebutan untuk mereka.

Febby dipaksa duduk dengan mengangkang lebar-lebar, hingga vagina-nya yang
ditumbuhi rambut-rambut halus itu terlihat dengan jelas, dan mereka pun
bergantian menjilati serta menghisap-hisap bibir vagina Febby dengan nafsunya.
Kepala mereka terlihat tenggelam diantara kedua pangkal paha Febby, sementara
yang lainnya bergantian meremas-remas kedua gunung kembar Febby yang montok itu.
Kop BH Febby diturunkan ke bawah hingga kedua gunung kembarnya muncul
bergelayutan dengan indahnya, dan menjadi bulan-bulanan pemuas nafsu untuk
mereka.

Tidak puas dengan hanya meremas-remas saja, beberapa orang mulai mencoba untuk
mengisap-ngisap puting susu gunung kembar Febby yang ranum itu, hingga akhirnya
Febby pun dipaksa oral seks untuk mereka. Bergantian mereka memaksa Febby untuk
mengulum-ngulum batang penis mereka keluar masuk mulutnya. Kepala Febby
dipegangi dari arah belakang hingga tidak bisa bergerak, sementara itu yang lain
bergantian mengeluar-masukkan batang penis mereka dimulut Febby yang seksi itu
hingga mentok kepangkal paha mereka.

Batang penis yang rata-rata panjangnya 17 senti itu terlihat masuk semua kedalam
mulut Febby, hingga mencapai kerongkongannya. Tak ketinggalan Febby pun dipaksa
untuk 'mencicipi' buah zakar mereka secara bergantian. Sepasang buah sakar
tampak terlihat dikulum Febby hingga masuk semua kedalam mulutnya yang mungil
itu. Wajah Febby yang cantik itu bergantian ditekan-tekan diselangkangan para
pemuda berandal tersebut hingga buah sakar mereka masuk semua kedalam mulutnya.

Setelah puas dengan acara 'pemanasan' tersebut Febby pun dipaksa tiduran diatas
kanvas diruang tamu tersebut dan dengan paha yang mengangkang lebar, batang
penispun mulai keluar masuk vagina Febby yang masih 'rapat' itu, mereka dengan
tidak sabarnya bergantian menjajal vagina Febby dengan batang penis mereka yang
rata-rata panjang dan besar itu. Bagi yang belum kebagian jatah terpaksa
memainkan-mainkan penisnya diwajah dan mulut Febby.

Beberapa orang dengan nafsunya memukul-mukulkan batang penisnya di wajah Febby
sambil mendesah-desah dengan nafsu. Bosan dengan gaya tiduran, Febby dipaksa
duduk di sofa lagi dengan paha mengangkang lebar dan kembali 'di embat'
bergantian, sementara bibir Febby tetap sibuk dipaksa mengulum batang penis yang
tampak mengkilat karena air liur Febby yang menempel di batang penis tersebut.

Sementara para pemuda yang mendapat giliran mengocok vagina Febby tampak sangat
bersemangat sekali hingga bunyi batang penis yang keluar masuk vagina Febby
terdengar sangat jelas. Hampir dua jam sudah Febby "dikerjain" dengan intensif
oleh puluhan pemuda tersebut, hingga akhirnya satu persatu mulai berejakulasi.
Tiga puluh pemuda mengantri Febby untuk berejakulasi diwajah Febby yang cantik
itu.

Dimulai oleh empat orang berdiri mengelilingi Febby dengan batang penis menempel
disekitar wajah Febby yang cantik. Sementara seorang lagi mengocok vagina Febby
dengan nafsunya, hingga akhirnya ia tak tahan lagi dan mencabut batang penisnya
dari vagina Febby, dan.... croott.... crootttt... croooottttt!!! air mani
muncrat mengenai sekujur wajah Febby, melihat hal tersebut yang lain pun tak mau
ketinggalan dan bergantian mengocok-ngocok batang penisnya cepat-cepat diwajah
dan mulut Febby, hingga berakhir dengan semprotan air mani diwajahnya. Bahkan
tak sedikit mengeluarkan airmani nya didalam mulut Febby, lalu memaksa Febby
untuk menelannya.

Sekitar dua puluh menit, wajah Febby dihujani 'air mani' yang kental itu, hingga
Febby terlihat basah kuyub oleh sperma mulai dari rambut hingga gunung kembarnya
terlihat mengkilat oleh basahnya sperma puluhan pemuda berandal tersebut.


Part II

Jam menunjukkan pukul jam satu siang, dan Febby pun baru selesai 'dikerjain'
oleh mereka, dan terlihat lemas tak berdaya dengan muka yang masih belepotan
sperma. Tiga orang pemuda membawa Febby kedalam kamar mandi yang terlihat sangat
mewah, dan memandikan Febby dengan air hangat serta sabun cair yang sangat wangi.
Febby disuruh tiduran sambil direndam air hangat, sementara ketiga pemuda
tersebut bergantian menyabuni tubuh Febby yang putih sintal itu dengan bernafsu,
sambil sesekali meremas-remas selangkangan dan gunung kembar Febby yang terasa
licin oleh sabun tersebut. Hingga akhirnya ketiga pemuda tersebut sudah tidak
tahan lagi dan Febby pun diperkosa lagi didalam kamar mandi itu.

Mereka mengeluarkan Febby dari bak rendam, dan dibawah pancuran air hangat Febby
dipaksa nungging, dan dua pemuda bergantian menyetubuhi Febby dari arah belakang,
sedangkan yang satunya mengeluarmasukkan batang penisnya di mulut Febby, sambil
memegangi rambut Febby hingga kepala Febby tidak dapat bergerak. Setengah jam
sudah Febby 'diobok-obok' didalam kamar mandi, dan diakhiri dengan meyemprotkan
air mani masing-masing didalam mulut Febby, dan tiga porsi air mani itu dalam
sekejap sudah pindah kedalam mulut Febby, dan sisa-sisa sperma masih terlihat
berceceran disekitar wajah Febby yang putih itu.


Part III

Selesai dimandikan, Febby kembali didandani hingga terlihat sangat cantik. Bra
hitamnya yang berukuran 36B itu kembali dipasangkan. Celana dalam nylon Febby
sudah raib jadi rebutan, hingga vagina Febby dibiarkan terlihat, sementara
beberapa pemuda berandal itu sibuk menjepretkan kamera digitalnya kearah Febby.
Febby dipaksa berpose dengan berbagai gaya yang sensual, mulai dari adegan
membuka bra nya sendiri hingga duduk mengangkang sambil memasukkan batangan
ketimun kedalam vaginanya.

Puas mengambil berbagai pose Febby, seorang pemuda mengambil dua gelas minuman
dari dalam kulkas dan sepotong hamburger untuk Febby. Dan betapa terkejutnya
Febby ketika tahu bahwa dua gelas minuman tersebut adalah sperma yang sudah
disimpan berhari-hari di dalam kulkas. Seorang pemuda lagi mengambil suntikan
besar tanpa jarum. Febby dipaksa membuka mulut lebar-lebar, sementara salah
seorang menyedot sperma dalam gelas tersebut dengan suntikan besar itu, kemudian
menyuntikkannya kedalam mulut Febby, hingga tertelan langsung kedalam
tenggorokkannya. Mereka dengan brutalnya bergantian menyuntikkan 'air mani basi'
itu ke mulut Febby hingga habis satu gelas penuh. Masih sisa satu gelas lagi,
dan hamburger untuk Febby pun diolesi penuh dengan sperma tersebut, dan Febby
pun dipaksa makan hingga habis. Sisa sperma sebanyak setengah gelas terpaksa
disedot Febby dengan sedotan hingga tandas tak bersisa.

Selesai 'memberi makan' Febby, mereka kembali mengantri Febby. Namun kali ini
Febby tidak disetubuhi, mereka hanya memaksa Febby mengulum-ngulum batang penis
mereka dimulut Febby, serta mengocok-ngocoknya dengan kedua tangan Febby yang
lentik itu. Tiga puluh batang penis kembali bergantian dikulum-kulum Febby,
sementara yang lainnya memaksa Febby menggenggam batang penisnya dengan kedua
tangannya, yang lainnya lagi sibuk memain-mainkan alat kelaminnya diwajah dan
rambut Febby. Hingga akhirnya Febby kembali dihujani puluhan porsi sperma segar
di wajah dan mulutnya. Pertama kali sperma muncrat dari lubang penis tepat
didepan wajah Febby hinggga tepat mengenai dahi hingga bibir Febby, yang lainnya
pun ikut menyusul hingga puluhan semprotan sperma berhamburan diseluruh wajah
Febby yang cantik itu. Sementara itu dua orang pemuda dari kiri dan kanan Febby
menyendoki air mani yang bertetesan di wajah Febby, lalu menyuapinya hingga
mereka puas.

TAMAT

MAMA LINA

Nama ku Rendi, telah beristri, bekerja di sebuah Perusahaan Swasta, Istriku cukup lumayan, cantik dan bahenol, namun yang akan aku
ceritakan ini bukan soal hubungan seks ku dengan istri ku, tapi soal hubungan ku dengan seorang setengah baya, yang setatusnya
adalah tante, tapi kami sekeluarga memanggilnya dengan kata Mama, hal ini wajar, agar bisa lebih akrab dan dekat.

Mama Lina, itulah sebutan dan nama dari tante istriku, Mama Lina adalah Istri dari Paman Istriku, maaf beliau (Mama Lina) adalah
Istri kedua dari Paman Istriku, Cantik, tidak terlalu tinggi, wajar sebagaimana pribumi, kulitnya terbilang putih, mulus, walau bersetatus
tante atau lebih tua dari istriku tapi belum terbilang tua, karena dia istri kedua dari Paman Istriku, semua lekuk tubuh sensualnya masih
mengencang, mulai dari payudaranya, masih terangkat keatas dan bulat menonjol menggairahkan, putingnya juga masih seperti milik
seorang gadis, perutnya belum mengendor, begitu juga pinggul dan pantatnya masih menonjol.

Anda tahu apa sebabnya ? ialah karena Mama Lina tidak pernah hamil dan ternyata selama 9 tahun berumah tangga dengan Paman
Istriku, boleh dikatakan hanya 1 tahun dia digauli sebagaimana layaknya seorang istri, selebihnya selama 8 tahun selanjutnya,
hanya dia bisa nikmati dengan sentuhan tangan suaminya, Itu semua dia alami Karena Sang suami memiliki penyakit Jantung kronis,
dan sudah tiada.

Singkat ceritanya ialah Mama Lina sudah lebih kurang 1 tahun menjanda, sebatang kara, tidak punya anak, apalagi cucu, tidak bekerja
dan juga tidak memiliki usaha, peninggalan suami pas-pasan, oleh karenanya aku bersama istri sudah berniat untuk membelanjakan
atau memberikan nafkah kepada Mama Lina, mulai dari urusan bayar telepon, Listrik, sampai urusan belanja dapur. Hidupnya
sehari-hari ditemani dengan seorang pembantu rumah tangga, yang juga menjadi tanggungan kami.

Setiap dua minggu sekali istriku selalu datang menemui Mama Lina untuk menjenguk sekaligus membawanya belanja keperluan dapur
ke Supermarket, aku paling hanya telepon dan paling sebulan sekali menjenguknya. Semua ini kami lakukan hitung-hitung balas budi,
karena sewaktu suaminya masih ada dan kondisi kehidupan kami belum mapan kami banyak dibantunya.Suatu ketika istriku tidak dapat
pergi untuk menjenguk Mama Lina, padahal sudah jadualnya untuk belanja keperluan dapur Mama Lina, istriku kurang enak badan,
terpaksa aku menggantikannya, dan hal ini bukan yang pertama kali sudah sering hampir 4-5 kali, namun yang kali ini suatu hal yang
luar biasa.

Aku sudah tidak canggung lagi dengan Mama Lina, karena sudah biasa bertemu dan bahkan sudah seperti Ibu ku sendiri. Soal tidur,
kami sering tidur bertiga, Aku, Istriku dan Mama Lina, bahkan pernah suatu siang kami, Aku dan Mama Lina tidur berdua dikamar,
jadi tidak ada hal yang aneh, namun kali ini kejadiannya tidak terencana dan sangat mengagetkan.Selesai jam kerja di sore hari,
aku langsung menuju kerumah Mama Lina, untuk menggantikan istriku menemani Mama Lina belanja keperluan dapur sebagaimana
rutinnya, Setibanya di rumah Mama Lina aku langsung memarkirkan mobil ku di depan garasi rumahnya.

“Sore Ma……!” Sapa ku sambil menghampiri Mama Lina yang sedang tiduran di sofa sambil menonton TV, kucium tangannya dan
kedua pipinya, hal ini adalah kebiasaan di keluarga kami kalau bertemu dalam satu keluarga.

“Dengan siapa kamu Ren …?” Mama Lina bertanya sambil melirik kearah pintu utama dan melihat ku dengan kening dikerut.

“Ya dengan Mobil Ma …..!” Jawab ku santai dan berbalik ke arah Lemari Es untuk mengambil segelas air dingin.

“Jangan bercanda …., Mama Tanya beneran “

“Rendy tidak bercanda Ma…., Rendy jawab benaran

BH Hitam Ibu Denok

Namaku Indra, dan ini adalah ceritaku saat masih berumur 18 tahun. Saat berangkat ke Yogya untuk kuliah aku bertemu dengan Bu Denok dan Pak Jerry suaminya. Bu Denok adalah mantan guruku saat SMP dulu. Setelah bercerita panjang lebar mereka menawarkan padaku untuk tinggal di tempat mereka selama aku kuliah. Setelah mendapat ijin orang tuaku, akupun menerima tawaran baik mereka karena aku memang tidak punya kenalan di Yogya.

Setelah sebulan tinggal bersama aku tahu kalau Pak Jerry yang bekerja diluar pulau sering sekali berangkat, sementara kedua anaknya lebih memilih tinggal bersama neneknya dikalimantan untuk mernyelesaikan pendidikan dasar mereka. Aku sering melihat Bu Denok melamun sepulang dia dari mengajar disekolah. Bu Denok juga sering cerita panjang lebar padaku tentang kesepiannya dirumah selama ini. Dan aku selalu menjadi pendengar yang baik.

Dibalik sikap baik yang kuperlihatkan, terpendam hasrat yang ada sejak SMP dan tumbuh lagi sejak pertemuan kembali dengan Bu Denok sekarang. Waktu SMP dulu aku paling bersemangat jika pelajaran Bu Denok, selain cara mengajarnya yang enak aku bisa mengintip BH yang dia gunakan. Antara kancing didada dan kerah lehernya terdapat celah yang sering terbuka, sehingga jika diperhatikan secara teliti, orang pasti bisa melihat pakaian dalam yang ia gunakan. Dan selama penagamatanku Bu Denok selalu memakai BH warna Hitam.

Itu selalu menjadi santapanku setiap mata pelajarannya. Bahkan aku selalu memperhatikan gerak-geriknya selama disekolah. Waktu itu usianya 31 tahun, dengan wajahnya yang putih dan bentuk tubuhnya yang menawan membuatku selalu menjadikannya sebagai objek hayalan jika onani. Sekarang diusianya yang ke 36 tdak terlihat kalau Bu Denok telah memiliki 2 orang anak yang sudah SMP. Malah menurutku ia terlihat lebih menawan, terutama pada bagian pinggul dan dada ukuran 36 B yang lekukannya semakin terbentuk. Itu semua karena program BL yang diikutinya tiap senin dan kamis sore.

Awalnya aku cuma mengkhayalkan tubuh Bu Denok jika sedang bermasturbasi. Kemudian aku melakukannya sambil memegang CD dan BH hitam milik Bu Denok, sampai akhirnya aku berani menguping jika Pak Jerry yang pulang dan sedang bercinta denagn Bu Denok. Sambil mendengar desahan dan erangan erotis dari dalam kamar, tanganku asik mngocok batang kontolku yang lumayan besar. Dan bila sudah keluar kubersihkan dengan CD atau BH Bu Denok yang akan dicuci besok.

Akhirnya muncul niatku untuk mencicipi lubang vagina Bu Denok yang pasti sangat keset dan terawat. Aku melakukannya setelah 4 bulan tinggal disana, saat itu hari kamis dan suaminya sudah berangkat seminggu. Aku menunggu didalam kamar sambil membayangkan “malam pertama” yang akan kulalui bersama Bu Denok. Saat dia pulang dari BL aku membukakan pintu rumah.
“Sore Ndra.. baru pulang?” Sapanya ramah dan tersenyum padaku.
“Iya Bu.. baru aja” Balasku sambil mengangguk.
Kemudian dia pergi kedapur membuat segelas susu lalu diletakkan datas meja makan. Kemudian ia masuk kamar untuk mandi. Saat dia mandi, kumasukkan serbuk tidur yang kubeli di apotik kedalam susu yang akan diminumnya.

Sekitar 45 menit kemudian Bu Denok keluar dari kamar, ia menggunakan daster motif bunga warna biru dengan panjang selutut tanpa lengan dengan belahan dada yang agak rendah, sehingga jika dia agak membungkuk belahan payudaranya yang indah akan tampak jelas terlihat olehku. Setelah mengambil susu di atas meja dia duduk menemaniku menonton TV di ruang tengah.
“Ada berita apa Ndra?” Tanyanya sambil meminum susu.
“Biasa Bu.. politik gak ada habis-habisnya” Sahutku sambil mencuri pandang keketiaknya.
“Bapa ada nelepon gak?”Tanyanya lagi sambil menghabiskan susu di gelas.
“Belum Bu, mungkin masih ngelonin istri baru” Candaku.
“Nakal ya..” Tegurnya sambil mencubit pinggangku.
Aku tidak menghindar karena dengan itu aku bisa melihat belahan dadanya yang seperti ingin melompat dari dalam dasternya.

Sekitar 5 menit kemudian Bu Denok mulai menguap dan kepalanya mulai jatuh karena sangat mengantuk.
“Ndra ibu tidur duluan.. Gak tau kok ngantuk banget hari ini” Pamitnya.
“Mungkin tadi terlalu diforsir tenaganya Bu” Sahutku dengan tersenyum.
Kemudian Bu Denok masuk kamar dan menutupnya. Setelah 10 menit menunggu aku mulai beraksi, kuketuk pintunya pelan tiga kali lalu kupanggil namanya, tak ada jawaban. Kuulangi sekali lagi tetap tak ada jawaban, kuputar pegangan pintu dan kubuka dengan sangat perlahan dan kututup keras-keras. Bu Denok tidak bereaksi di atas kasurnya.

Kulihat jam dinding, 18:13 masih banyak waktu pikirku. Aku naik keatas kasur lalu ku perhatikan wajahnya, cantik sekali. Kucium bibirnya dengan lembut, lalu kujilati wajahnya sampai basah kemudian ciumanku turun kelehernya. Kusapu sekeliling lehernya dengan jilatan dan sedotan hingga memerah. Setelah puas kuturunkan kepalaku kedadanya, walau masih berpakaian lengkap tapi bisa kurasakan kekenyalan sepasang payudara yang indah itu. Kedua tanganku secara perlahan tapi pasti meraih kedua bukit kembar itu lalu mengusapnya dengan lembut sementara kepalaku turun keselangkangnnya. Dibalik kain daster itu tercium aroma kewanitaan yang sangat merangsang.

Kuhirup puas-puas wangi yang memabukkan itu, sehingga mengakibatkan remasan-remasan yang kulakukan kepayudara Bu Denok menjadi kasar dan tak terkendali. Tarikan napasku semakin berat seiring dengan hasrat yang semakin menggebu. Kemudian aku membuka semua pakaian yang mnelekat ditubuhku, dan menutup mataku dengan kain. Setelah itu kubuka daster yang dikenakan oleh Bu Denok kemudian kuatur posisi tubuhnya, Kedua tangan di atas kepala dan kaki yang membuka lebar. Lalu kubvka kain penutup mataku, pemandangan yang erotis dan menantang langsung terlihat dihadapanku. Tubuh Bu Denok yang tergolek lemah dan tak berdaya kini hanya ditutupi oleh BH hitam pada payudaranya yang montok dan CD pink yang menggembung pada selangkangannya. Batang penisku semakin tegak mengacung siap perang.

Kudekati tindih tubuh Bu Denok yang tergolek lemah dan pasrah itu. Kucium bagian payudaranya yang tak tertutup BH, lalu tanganku menelusup kedalam BHnya dan meraih salah satu puting susunya kemudian memilin-milinnya. Dengan napas yang makin memburu kusingkap BHnya keatas sehingga kedua payudaranya langsung membusung kedepan seakan mengundangku untuk menikmatinya. Kuciumi kedua payudaranya lalu kukulum, kusedot dan kugigit-gigit putingnya sampai memerah. Setelah itu kulirik selangkangannya, CD pink Bu Denok tak mampu menutupi beberapa helai rambut hitam yang menjulur keluar dari balik CD itu. Kutahan hasrat itu karena aku ingin menikmatinya saat Bu Denok mulai sadar nanti.

Kuraih kedua payudaranya kuremas-remas dengan kasar lalu kuletakkan batang penisku diantara sepasang susu yang indah itu. Kemudian aku mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, rasanya nikmat sekali walau pasti tak senikmat jika masuk kelubang vaginanya batinku. Pelan tapi pasti rasa nikmat mulai merasukiku, napasku mulai tersengal dan desahan mulai keluar dari mulutku tanpa diminta. Butir-butir keringat makin mengalir deras, kukulum bibir Bu Denok sejenak lalu kulanjutkan kembali genjotanku tanpa kenal lelah. Kulihat tubuh Bu Denok mulai berguncang karena gerakanku yang makin hebat.

Sekitar 10 menit berlalu dan aku sudah lelah menahan, kuputuskan untuk segera mengeluarkannya. Gerakan pinggulku makin kupercepat dan kedua payudaranya makin kurapatkan. Rasa nikmat tak terlukiskan mulai menjalari batang penis dan menyebar keseluruh tubuhku. Cairan putih kental dari kepala penisku dan membanjiri permukaan tubuh indah Bu Denok yang tergolek diam. Kukocok batang penisku sambil memuntahkan cairan spermaku kewajahnya, desahan-desahan nikmat keluar dari mulutku.

Setelah selesai aku beristirahat sejenak sambil menatap tubuh Bu Denok yang hanya tertutup oleh CD saja. Kemudian kuambil lap dan air hangat yang memang sudah kupersiapkan, kubersihkan setiap bagian tubuhnya yang terkena siraman spermaku. Setelah itu kucium-cium sebentar lalu kupasangkan lagi BHnya, kemudian kubongkar lemarinya kucari baju yang biasa digunakan Bu Denok kesekolah. Setelah dapat kupakaikan ketubuhnya. Samar-samar terlihat sekali kalau baju itu membentuk lekukan yang sangat indah aku berdecak kagum. Kemudian aku menunggu dia bagun sambil memainkan payudaranya yang indah.

Aku duduk disampingnya saat Bu Denok mulai membuka matanya. Cahaya lampu tampak menyilaukan matanya, kuperhatikan bagian dadanya yang terbuka. Batang penisku perlahan tapi pasti kembali mengeras melihat pemandangan yang erotis itu.
“Jam berapa ini Ndra?” Tanyanya sambil mengucek mata.
“10 lewat 5 jawabku” Sementara mataku terus menatap kebelahan dadanya.
“Huuaah.. masih malam toh.. lagi ngapain kamu” Tegurnya sambil merentangkan tangan, otomatis belahan payudaranya terlihat sampai BHnya. Dan itu membuatku menjadi lupa diri.
“Lagi liat ini Bu..” Tanganku langsung meremas salah satu payudaranya yang montok.
“Jangan kurang ajar kamu ya” Bentaknya sambil menepis tanganku dan menutupi bagian dadanya yang terbuka.

Sambil mendekatinya kuceritakan semua yang baru saja kulakukan tadi. Wajahnya tampak memerah karena kaget dan tak percaya. Tiba-tiba aku langsung memeluknya, dan mencium bibirnya. Tak sampai disitu, kurebahkan tubuhnya keatas ranjang dan kuhimpit dengan tubuhku. Kulanjutkan aktifitasku, mencium dan melumat bibirnya.
“Jangan Ndra.. Ini dosa” Pinta Bu Denok lirih.
Tapi aku terus menciuminya, tanganku mulai menyusup kebalik baju Bu Denok. Bu Denok menangkisnya, dengan sedikit gerakan aku berhasil menepisnya dan terus menyusup masuk sampai menyentuh payudara Bu Denok yang masih terbunkus BH. Aku meremas lembut payudaranya yang montok itu. Bu Denok mendesah, aku terus meremas tidak lupa ciumanku terus melumat bibirnya. Aku mengalihkan ciumanku ke lehernya. Bu Denok kembali mnedesah, jemari tanganku mulai nerayap kepunggungnya, dan terus melepas tali BHnya.

“Berhasil” Batinku. Bu Denok tersentak.
“Kita tidak boleh melakukan ini Ndra” sambil mendorongku kesamping.
“Memang tidak boleh sih.. tapi..”
Aku kembali merangkul Bu Denok, kali ini ciumanku lebih ganas dari pada yang pertama. Mulai dari bibir ke telinga terus menjalar ke lehernya. Jemari tanganku melanjutkan aksi lagi menarik keatas BH terus meremasnya, memuntir-muntir putingnya. Bu Denok pasrah dan kelihatan mulai panas dengan permainan yang kuterapkan. Aku mengangkat tubuh Bu Denok dan membuka baju serta BHnya, akupun demikian. Bu Denok tampak takjub melihat batang penisku. Aku memulai kembali aksiku, kali ini ciumanku kuarahkan ke payudaranya. Bu Denok menggeliat, apalagi tanganku menyentuh payudaranya yang satu lagi. Kami berdua telah bermandikan keringat, tangan Bu Denok menjambak rambutku.

Permainanku jemariku mulai merangkak ke bawah dan berusaha menyelusup kebalik rok dan CDnya. Bu Denok tidak lagi menangkisnya. Jemari tanganku menyentuh rambut kelaminnya, lalu jemariku menggesek-gesek sekitar liang vagina Bu Denok. Bu Denok mendesah panjang dan membenamkan kepalaku kepayudaranya, untuk mendapatkan kenikmatan lebih. Setelah beberapa lama, ciumanku mulai merangkak kebawah sampai kebatas rambut vaginanya yang sedikit terbuka. Aku kemudian memeloroti rok dan CDnya, akupun demikian. Aku kembali terkagum melihat tubuh telanjang Bu Denok. Payudaranya putih padat berisi dihiasi puting susu yang berwarna coklat kemerah-merahan. Sementara Vaginanya dikelilingi rambut kelamin yang lebat.

Aku kembali beraksi, kali ini daerah sasaranku liang vaginanya. Aku menciumi dan menjilati yang agak menonjol disekitar liang vaginanya mungkin itu yang dinamakan kloritas. Setelah beberapa lama ciumanku kembali keatas, merentangkan tangannya yang menutupi payudaranya. Terus menjilati tubuhnya dan akhirnya mnedarat lagi di bibirnya. Batang penisku dengan mulut vagina Bu Denok saling beradu. Ini menyebabkan batang penisku ingin dimasukkan ketempatnya. Aku mengatur posisi dan melebarkan kaki bo Denok.
Bu Denok tersadar dan berkata, “Kita sudah terlalu jauh.. jangan teruskan”
Aku tidak lagi memperdulikan kata-kata Bu Denok karena hawa nafsuku sudah menuju puncak. Aku kembalimeraih Bu Denok dan menciumi bibirnya, kali ini lebih dahsyat lidahku bergoyang-goyang di mulutnya.

Bu Denok tak bisa berbuat apa-apa dan kembali larut dalam kenikmatan. Batang penisku yang sudah gatal ingin memasuki liang vagina Bu Denok. Aku mengambil posisi yang pas, batang penisku mulai memasuki pintu kewanitaannya. Seperti masih perawan, batang penisku sering melenceng memasuki liang vagina Bu Denok, aku terus berusaha dan akhirnya masuk juga batang vaginaku keliang vagina Bu Denok. Bu Denok mendesah panjang dan badannya berguncang.
“Gila keset amat.. kaya belum punya anak aja” batinku.
Bu Denok telah sedikit tenang dan batang penisku telah masuk sedikit demi sedikit. Akhirnya semua batang kejantananku tenggelam di liang senggama Bu Denok. Aku menggoyangkan pinggulku sehingga batang kejantananku keluar masuk di liang senggama Bu Denok. Makin lama makin cepat, Bu Denok mendesah sambil menyebut namaku. Kami berdua bermandikan keringat walaupun cuaca pada saat itu lumayan dingin.

Erangan yang panjang disertai cairan hangat menerpa batang kejantananku yang masih berada didalamliang senggama Bu Denok. Rupanya Bu Denok telah mencapai orgasme, aku pun tidak tinggal diam dengan mempercepat gerakan batang kejantananku keluar masuk diliang senggama Bu Denok.
“Inilah saatnya” Batinku.
Akhirnya puncak kenikmatanku datang, spermaku muncrat didalam liang senggama Bu Denok bersamaan dengan cairan hangat yang kembali menyirami batang penisku, ternyata Bu Denok kembali orgasme. Malam itu berlanjut dengan beberapa kali orgasme Bu Denok, sampai akhirnya kami kelelahan dan tertidur.

Pagi harinya, Bu Denok bangun lebih dulu dan langsung kekamar mandi. Sesaat kemudian aku terbangun dan mendengar guyuran air dikamar dan mengetoknya, Bu Denok pun membuka pintu kamar mandi. Kembali aku terkesima melihat Bu Denok yang telanjang bulat dengan rambut yang basah. Gairahku kembali memuncak, aku masuk dan langsung merangkul tubuh Bu Denok.
“Mandi dulu dong” Pinta Bu Denok manja.
Akupun menuruti ajakannya kemudian mengguyuri tubuhku dengan air. Beberapa saat setelah itu aku menyabuni tubuhku dengan sabun cair. Bu Denok turut membantu, malah dia menyabuni batang kejantananku yang kembali tegak.

Rasa malu Bu Denok telah hilang, dia mengocok-ngocok batang kejantananku dengan lembut. Nikmat rasanya, dan pada saat hampir mencapai klimaksnya aku melepaskan tangan Bu Denok karena belum saatnya. Gantian aku yang menyabuni Bu Denok, mula-mula kedua tangannya lalu kedua kakinya. Sampailah kedaerah yang vital, aku berdiri dibelakang Bu Denok terus merangkulnya dan menyabuni payudaranya dengan kedua telapak tanganku. Terdengar Bu Denok mendesah panjang. Usapanku kebawah melewati perutnya hingga sampai keliang senggamanya. Kembali aku mengusapnya dengan lembut. Busa sabun hampir menutupi liang senggama Bu Denok, kali ini Bu Denok merintih nikmat. Setelah puas aku mengguyur kedua tubuh kami yang masih berangkulan.

Aku membalikkan tubuhnya dan kami pun saling berhadapan. Bu Denok kemudian mencium bibirku, aku membalasnya dan kemudian terjadi french kiss yang dahsyat. Tangan kami pun tidak tinggal diam, aku menyentuh payudara Bu Denok dan ia menyentuh batang kejantananku yang masih perkasa berdiri. Setelah beberapa lama, Bu Denok membimbing batang kejantananku memasuki liang senggamanya. Dengan melebarkan kakinya batang kejantananku kembali memasuki liang senggama Bu Denok. Bu Denok melilitkan tangannya ke leherku kemudian aku menggendong Bu Denok dan menyandarkan ke dinding kamar mandi.

Setelah itu aku kembali menggoyangkan pinggulku yang membuat kejantananku keluar masuk liang senggama Bu Denok. Akhirnya spermaku keluar dan membasahi seluruh dinding liang senggama Bu Denok. Ternayata ia belum mencapai klimaks, untuk membantunya aku menjilati liang senggama Bu Denok. Bu Denok sedikit menjerit dengan apa yang kulakukan, Akhirnya Bu Denok mengeluarkan juga cairan dari liang senggamanya dan pas mengenai wajahku. Bu Denok terkulai nikmat, aku mengguyuri kembali tubuh kami berdua.

Aku dan Bu Denok telah selesai mandi, dan telah memakai pakaian masing-masing.
“Lain kali.. aku minta lagi ya sayang” Bisikku sambil menelusupkan tangan ke balik baju kerjanya.
“Atur aja” Desahnya manja.
Kemudian Bu Denok berangkat kerja dan aku pergi kuliah. Pokoknya selama bertugas Pak Jerry keluar pulau, aku menggantikan tugasnya memenuhi hasrat biologis Bu Denok di tempat tidur.

E N D

Guru Ku Yang Liar

Memiliki rupa yang cantik tidak selamanya menguntungkan. Memang banyak lelaki yang tertarik, atau mungkin hanya sekedar melirik. Ada kalanya wajah menentukan dalam mendapatkan posisi di suatu pekerjaan. Atau bahkan wajah dapat dikomersiilkan pula.
Tapi aku tidak pernah mengharapkan wajah yang cantik seperti yang kumiliki saat ini. Aku juga tidak pernah menghendaki tinggi badan 163 centimeter dengan berat 52 kilogram. Tidak juga kulit putih merona dengan dada ukuran 36B. Tidak! Sungguh, semua itu justru membawa bencana bagiku.
Bagaimana tidak bencana. Karena postur tubuh dan wajah yang bisa dinilai delapan, aku beberapa kali mengalami percobaan pemerkosaan. Paling awal ketika aku masih duduk di bangku esempe kelas tiga. Aku hampir saja diperkosa oleh salah seorang murid laki-laki di toilet. Murid laki-laki yang ternyata seorang alkoholik itu kemudian dikeluarkan secara tidak hormat dari sekolah. Tapi akupun akhirnya pindah sekolah karena masih trauma.
Di sekolah yang baru pun aku tak bisa tenang karena salah seorang satpamnya sering menjahilin aku. Kadang menggoda-goda, bahkan pernah sampai menyingkap rokku ke atas dari belakang. Sampai pada puncaknya, aku digiring ke gudang sekolah dengan alasan dipanggil oleh salah seorang guru. Untung saja waktu itu seorang temanku tahu gelagat tak beres yang tampak dari si Satpam brengsek itu. Ia dan beberapa teman lain segera memanggil guru-guru ketika aku sudah mulai terpojok. Aku selamat dan satpam itu meringkuk sebulan di sel pengap.

Dua kali menjadi korban percobaan pemerkosaan, orang tuaku segera mengadakan upacara ruwatan. Walaupun papa mamaku bukan orang Jawa tulen (Tionghoa), tapi mereka percaya bahwa upacara ruwatan bisa menolak bahaya.
Selama dua tahun aku baik-baik saja. Tak ada lagi kejadian percobaan pemerkosaan atas diriku. Hanya kalau colak-colek sih memang masih sering terjadi, tapi selama masih sopan tak apalah. Tapi ketika aku duduk di bangku kelas tiga esemu. Kejadian itu terulang lagi. Teman sekelasku mengajakku berdugem ria ke diskotik. Aku pikir tak apalah sekali-kali, biar nggak kuper. Ini kan Jakarta, pikirku saat itu. Aku memang tak ikut minum-minum yang berbau alkohol, tapi aku tak tahu kalau jus jeruk yang aku pesan telah dimasuki obat tidur oleh temanku itu. Waktu dia menyeretku ke mobilnya aku masih sedikit ingat. Waktu dia memaksa menciumku aku juga masih ingat. Lalu dengan segala kekuatan yang tersisa aku berusaha berontak dan menjerit-jerit minta tolong. Aku kembali beruntung karena suara teriakanku terdengar oleh security diskotik yang kemudian datang menolongku.
Sejak itu aku merasa tak betah tinggal di Jakarta. Akhirnya aku segera dipindahkan ke Yogyakarta, tinggal bersama keluarga tanteku sambil terus melanjutkan sekolah. Awalnya ketenangan mulai mendatangiku. Hidupku berjalan secara wajar lurus teratur. Tanpa ada gangguan yang berarti, apalagi gangguan kejiwaan tentang trauma perkosaan. Aku sibuk sekolah dan juga ikutan les privat bahasa Inggris.
Tapi memasuki bulan kelima peristiwa itu benar-benar terjadi. Aku benar-benar diperkosa. Dan yang lebih kelewat batas. Bukannya lelaki yang memperkosaku, tapi wanita. Yah, aku diperkosa lesbian!! Dan lebih menyakitkan, yang melakukannya adalah guru privatku sendiri. Namanya Jude Kofl. Umurnya 25 tahun, tujuh tahun diatasku. Ia orang Wales yang sudah tujuh tahun menetap di Indonesia. Jadi Jude, begitu aku memanggilnya, cukup fasih berbahasa Indonesia. Jude tinggal tak sampai satu kilometer dari tempatku tinggal. Aku cukup berjalan kaki jika ingin ke rumah kontrakannya.
Kejadian itu bermula pada saat aku datang untuk les privat ke tempat Jude. Kadangkala aku memang datang ke tempat Jude kalau aku bosan belajar di rumahku sendiri, itupun kami lakukan dengan janjian dulu. Sebelum kejadian itu aku tidak pernah berpikiran macam-macam ataupun curiga kepada Jude. Sama sekali tidak! Memang pernah aku menangkap basah Jude yang memandangi dadaku lekat-lekat, pernah juga dia menepuk pantatku. Tapi aku kira itu hanya sekedar iseng saja.
Siang itu aku pergi ke tempat Jude. Ditengah jalan tiba-tiba hujan menyerang bumi. Aku yang tak bawa payung berlari-lari menembus hujan. Deras sekali hujan itu sampai-sampai aku benar-benar basah kuyup. Sampai di rumah Jude dia sudah menyongsong kedatanganku. Heran aku karena Jude masih mengenakan daster tipis tak bermotif alias polos. Sehingga apa yang tersimpan di balik daster itu terlihat cukup membayang. Lebih heran lagi karena Jude menyongsongku sampai ikut berhujan-hujan.
?Aduh Mel, kehujanan yah? Sampai basah begini..? sambutnya dengan dialek Britishnya.?Jude, kenapa kamu juga ikut-ikutan hujan-hujanan sih, jadi sama-sama basah kan.??Nggak apa-apa nanti saya temani you sama-sama mengeringkan badan.?
Kami masuk lewat pintu garasi. Jude mengunci pintu garasi, aku tak menaruh kecurigaan sama sekali. Bahkan ketika aku diajaknya ke kamar mandinya, aku juga tak punya rasa curiga. Kamar mandi itu cukup luas dengan perabotan yang mahal, walau tak semahal milik tanteku. Di depanku nampak cermin lebar dan besar sehingga tubuh setiap orang yang bercermin kelihatan utuh.
?Ini handuknya, buka saja pakaian you. Aku ambilkan baju kering, nanti you masuk angin.?Jude keluar untuk mengambil baju kering. Aku segera melepas semua pakaianku, kecuali CD dan BH lalu memasukkannya ke tempat pakaian kotor di sudut ruangan.
?Ini pakaiannya,?Aku terperanjat. Jude menyerahkan baju kering itu tapi tubuh Jude sama sekali tak memakai selembar kain pun. Aku tak berani menutup muka karena takut Jude tersinggung. Tapi aku juga tak berani menatap payudara Jude yang besar banget. Kira-kira sebesar semangka dan nampak ranum banget, tanda ingin segera dipetik. Berani taruhan, milik Jude nggak kalah sama milik si superstar Pamela Anderson.
?Lho kenapa tidak you lepas semuanya?? tanya Jude tanpa peduli akan rasa heranku.?Jude, kenapa kamu nggak pakai baju kayak gitu sih??Jude hanya tersenyum nakal sambil sekali-sekali memandang ke arah dadaku yang terpantul di cermin. Kemudian Jude melangkah ke arahku. Aku jadi was-was, tapi aku takut. Aku kembali teringat pada peristiwa percobaan pemerkosaanku.
Jude berdiri tegak di belakangku dengan senyum mengembang di bibir tipisnya. Jemarinya yang lentik mulai meraba-raba mengerayangi pundakku.?Jude! Apa-apaan sih, geli tahu!?Aku menepis tangannya yang mulai menjalar ke depan. Tapi secepat kilat Jude menempelkan pistol di leherku. Aku kaget banget, tak percaya Jude akan melakukan itu kepadaku.
?Jude, jangan main-main!? aku mulai terisak ketakutan.?It?s gun, Mel and I tak sedang main-main. Aku ingin you nurut saja sama aku punya mau.? Ujar Jade mendesis-desis di telinga Jade.?Maumu apa Jude???Aku mau sama ini.. ini juga ha..ha..??Auh..?
Seketika aku menjerit ketika Jude menyambar payudaraku kemudian meremas kemaluanku dengan kanan kirinya. Tahulah aku kalau sebenarnya Jude itu sakit, pikirannya nggak waras khususnya jiwa sex-nya. Buah dadaku masih terasa sakit karena disambar jemari Jude. Aku harus berusaha menenangkan Jude.?Jude ingat dong, aku ini Melinda. Please, lepaskan aku..??Oh.. baby, aku bergairah sekali sama you.. oh.. ikut saja mau aku, yah..? Jude mendesah-desah sambil menggosok-gosokkan kewanitaannya di pantatku. Sedangkan buah dadanya sudah sejak tadi menempel hangat di punggungku. Matanya menyipit menahan gelegak birahinya.
?Jude, jangan dong, jangan aku..?Muka Jude merah padam, matanya seketika terbelalak marah. Nampaknya ia mulai tersinggung atas penolakanku. Ujung pistol itu makin melekat di dekat urat-urat leherku.
?You can choose, play with me or.. you dead!?Aah.. Dadaku serasa sesak. Aku tak bisa bernafas, apalagi berfikir tenang. Tak kusangka ternyata Jude orang yang berbahaya.?Okey, okey Jude, do what do you want. Tapi tolong, jangan sakiti aku please..? rintihku membuat Jude tertawa penuh kemenangan.
Wajah wanita yang sebenarnya mirip dengan Victoria Beckham itu semakin nampak cantik ketika kulit pipinya merah merona. Jude meletakkan pistolnya di atas meja. Kemudian dia mulai menggerayangiku.
Jude mulai mencumbui pundakku. Merinding tubuhku ketika merasakan nafasnya menyembur hangat di sekitar leherku, apalagi tangannya menjalar mengusap-usap perutku. Udara dingin karena CD dan BHku yang basah membuatku semakin merinding.
Jemari Jade yang semula merambat di sekitar perut kini naik dan semakin naik. Dia singkapkan begitu saja BHku hingga kedua bukit kembarku itu lolos begitu saja dari kain tipis itu. Setiap sentuhan Jade tanpa sadar aku resapi, jiwaku goyah ketika jari-jari haus itu mengusap-usap dengan lembut. Aku tak tahu kalau saat itu Jade tersenyum menang ketika melihatku menikmati setiap sentuhannya dengan mata tertutup.
?Ah.. ehg.. gimana baby sweety, asyik?? kata Jude sambil meremas-remas kedua buah dadaku.?Engh..? hanya itu yang bisa aku jawab. Deburan birahiku mulai terpancing.?Engh..? aku mendongak-dongak ketika kedua puting susuku diplintir oleh Jude ?Juude..ohh..?
Aku tak tahan lagi kakiku yang sejak tadi lemas kini tak bisa menyangga tubuhku. Akupun terjatuh ke lantai kamar mandi yang dingin. Jude langsung saja menubrukku setelah sebelumnya melucuti BH dan CDku. Kini kami sama-sama telah telanjang bagai bayi yang baru lahir.
?You cantik banget Mel, ehgh..? Jude melumat bibirku dengan binal.?Balaslah Mel, hisaplah bibirku.?Aku balas menghisapnya, balas menggigit-gigit kecil bibir Jude. Terasa enak dan berbau wangi. Jude menuntun tanganku agar menyentuh buah dadanya yang verry verry montok. Dengan sedikit gemetar aku memegang buah dadanya lalu meremas-remasnya.
?Ah.. ugh.. Mel, oh..? Jude mendesis merasakan kenikmatan remasan tanganku. Begitupun aku, meletup-letup gairahku ketika Jude kembali meremas dan memelintir kedua bukit kembarku.?Teruslah Mel, terus ..?Lalu Jude melepaskan ciumannya dari bibirku.?Agh.. Oh.. Juude..?Aku terpekik ketika ternyata Jude mengalihkan cumbuannya pada buah dadaku secara bergantian. Buah dadaku rasanya mau meledak.?Ehg.. No!!? teriakku ketika jemari Jude menelusuri daerah kewanitaanku yang berbulu lebat.?Come on Girl, enjoy this game. Ini masih pemanasan honey..?
Pemanasan dia bilang? Lendir vaginaku sudah mengucur deras dia bilang masih pemanasan. Rasanya sudah capek, tapi aku tak berani menolak. Aku hanya bisa pasrah menjadi pemuas nafsu sakit Jude. Walau aku akui kalau game ini melambungkan jiwaku ke awang-awang.
Jude merebahkan diri sambil merenggangkan kedua pahanya. Bukit kemaluannya nampak jelas di pangkal paha. Plontos licin. Lalu Jude memintaku untuk mencumbui vaginanya. Mulanya aku jijik, tapi karena Jude mendorong kepalaku masuk ke selakangannya akupun segera menciumi kewanitaan Jude. Aroma wangi menyebar di sekitar goa itu. Lama kelamaan aku menciuminya penuh nafsu, bahkan makin lama aku makin berani menjilatinya. Juga mempermainkan klitnya yang mungil dan mengemaskan.?Ahh.. uegh..? teriak Jude sedikit mengejan.Lalu beberapa kali goa itu menyemburkan lendir berbau harum.?Mel, hisap Mel.. please..? rengek Jude.Sroop.. tandas sudah aku hisap lendir asin itu.Suur.. kini ganti vaginaku yang kembali menyemburkan lendir kawin.?Jude aku keluar..? ujarku kepada Jude.?Oya?? Jude segera mendorongku merebah di lantai. Lalu kepalanya segela menyusup ke sela-sela selakanganku.
Gadis bule itu menjilati lendir-lendir yang berserakan di berbagai belantara yang tumbuh di goa milikku. Aku bergelinjangan menahan segala keindahan yang ada. Jude pandai sekali memainkan lidahnya. Menyusuri dinding-dinding vaginaku yang masih perawan.?Aaah..? kugigit bibirku kuat kuat ketika Jude menghisap klit-ku, lendir kawinkupun kembali menyembur dan dengan penuh nafsu Jude menghisapinya kembali.?Mmm.. delicious taste.? Gumamnya.Jude segera memasukkan batang dildo yang aku tak tahu dari mana asalnya ke dalam lubang kawinku.
?Ahh..!! Jude sakit..??Tahan sweety.. nanti juga enak..?
Jude terus saja memaksakan dildo itu masuk ke vaginaku. Walaupun perih sekali akhirnya dildo itu terbenam juga ke dalam vaginaku. Jude menggoyang-goyangkan batang dildo itu seirama. Antara perih dan nikmat yang aku rasakan. Jude semakin keras mengocok-ngocok batang dildo itu. Tiba-tiba tubuhku mengejang, nafasku bagai hilang. Dan sekali lagi lendir vaginaku keluar tapi kali ini disertai dengan darah. Setelah itu tubuhku pun melemas.
Air mataku meleleh, aku yakin perawanku telah hilang. Aku sudah tak pedulikan lagi sekelilingku. Sayup-sayup masih kudengar suara erangan Jude yang masih memuaskan dirinya sendiri. Aku sudah lelah, lelah lahir batin. Hingga akhirnya yang kutemui hanya ruang gelap.
Esoknya aku terbangun diatas rajang besi yang asing bagiku. Disampingku selembar surat tergeletak dan beberapa lembar seratus ribuan. Ternyata Jude meninggalkannya sebelum pergi. Dia tulis dalam suratnya permintaan maafnya atas kejadian kemarin sore. Dan dia tulis juga bahwa dia takkan pernah kembali untuk menggangguku lagi. Aku pergi dari rumah kontrakan terkutuk itu seraya bertekad akan memendam petaka itu sendiri.

Gairah Bu RT

Usia Bu Harjono sebenarnya tidak muda lagi. Mungkin menjelang 50 tahun. Sebab suaminya, Pak Harjono yang menjabat Ketua RT
di kampungku, sebentar lagi memasuki masa pensiun. Aku mengetahui itu karena hubunganku dengan keluarga Pak Harjono cukup
dekat. Maklum sebagai tenaga muda aku sering diminta Pak Harjono untuk membantu berbagai urusan yang berkaitan dengan
kegiatan RT.

Namun berbeda dengan suaminya yang sering sakit-sakitan, sosok istrinya wanita beranak yang kini menetap di luar Jawa mengikuti
tugas sang suami itu, jauh berkebalikan. Kendati usianya hampir memasuki kepala lima, Bu Har (begitu biasanya aku dan warga lain
memanggil) sebagai wanita belum kehilangan daya tariknya. Memang beberapa kerutan mulai nampak di wajahnya. Tetapi buah
dadanya, pinggul dan pantatnya, sungguh masih mengundang pesona. Aku dapat mengatakan ini karena belakangan terlibat
perselingkuhan panjang dengan wanita berpostur tinggi besar tersebut.Kisahnya berawal ketika Pak Harjono mendadak menderita
sakit cukup serius. Ia masuk rumah sakit dalam keadaan koma dan bahkan berhari-hari harus berada di ruang ICU (Intensive Care Unit)
sebuah RS pemerintah di kotaku. Karena ia tidak memiliki anggota keluarga yang lain sementara putri satu-satunya berada di luar Jawa,
aku diminta Bu Har untuk membantu menemaninya selama suaminya berada di RS menjalani perawatan. Dan aku tidak bisa menolak
karena memang masih menganggur setamat SMA setahun lalu.

Kami bapak-bapak di lingkungan RT memita Mas Rido mau membantu sepenuhnya keluarga Pak Harjono yang sedang tertimpa musibah.
Khususnya untuk membantu dan menemani Bu Har selama di rumah sakit. Mau kan Mas Rido,?? Begitu kata beberapa anggota arisan
bapak-bapak kepadaku saat menengok ke rumah sakit. Bahkan Pak Nandang, seorang warga yang dikenal dermawan secara diam-diam
menyelipkan uang Rp 100 ribu di kantong celanaku yang katanya untuk membeli rokok agar tidak menyusahkan Bu Har. Dan aku tidak
bisa menolak karena memang Bu Har sendiri telah memintaku untuk menemaninya.

Hari-hari pertama mendampingi Bu Har merawat suaminya di RS aku dibuat sibuk. Harus mondar-mandir menebus obat atau membeli
berbagai keperluan lain yang dibutuhkan. bahkan kulihat wanita itu tak sempat mandi dan sangat kelelahan. Mungkin karena tegang
suaminya tak kunjung siuman dari kondisi komanya. Menurut dokter yang memeriksa, kondisi Pak Harjono yang memburuk diduga
akibat penyakit radang lambung akut yang diderita. Maka akibat komplikasi dengan penyakit diabetis yang diidapnya cukup lama,
daya tahan tubuhnya menjadi melemah.

Menyadari penyakit yang diderita tersebut, yang kata dokter proses penyembuhannya dapat memakan waktu cukup lama, berkali-kali
aku meminta Bu Har untuk bersabar. ?Sudahlah bu, ibu pulang dulu untuk mandi atau beristirahat. Sudah dua hari saya lihat ibu tidak
sempat mandi. Biar saya yang di sini menunggui Pak Har,? kataku menenangkan.

Saranku rupanya mengena dan diterima. Maka siang itu, ketika serombongan temannya dari tempatnya mengajar di sebuah SLTP
membesuk (oh ya Bu Har berprofesi sebagai guru sedang Pak Har karyawan sebuah instansi pemerintah), ia meminta para pembesuk
untuk menunggui suaminya. ?Saya mau pulang dulu sebentar untuk mandi diantar Nak Rido. Sudah dua hari saya tidak sempat mandi,
katanya kepada rekan-rekannya.

Dengan sepeda motor milik Pak Har yang sengaja dibawa untuk memudahkan aku kemana-mana saat diminta tolong oleh keluarga itu,
aku pulang memboncengkan Bu Har. Tetapi di perjalanan dadaku sempat berdesir. Gara-gara mengerem mendadak motor yang
kukendarai karena nyaris menabrak becak, tubuh wanita yang kubonceng tertolak ke depan. Akibatnya di samping pahaku tercengkeram
tangan Bu Har yang terkaget akibat kejadian tak terduga itu, punggungku terasa tertumbuk benda empuk. Tertumbuk buah dadanya
yang kuyakini ukurannya cukup besar.

Ah, pikiran nakalku jadi mulai liar. Sambil berkonsentrasi dengan sepeda motor yang kukendarai, pikiranku berkelana dan mengkira-kira
membayangkan seberapa besar buah dada milik wanita yang memboncengku. Pikiran kotor yang semestinya tidak boleh timbul
mengingat suaminya adalah seorang yang kuhormati sebagai Ketua RT di kampungku. Pikiran nyeleneh itu muncul, mungkin karena aku
memang sudah tidak perjaka lagi. Aku pernah berhubungan seks dengan seorang WTS kendati hanya satu kali. Hal itu dilakukan dengan
beberapa teman SMA saat usai pengumuman hasil Ebtanas.

Setelah mengantar Bu Har ke rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku, aku pamit pulang mengambil sarung dan baju
untuk ganti. ?Jangan lama-lama nak Rido, ibu cuma sebentar kok mandinya. Lagian kasihan teman-teman ibu yang menunggu di rumah
sakit,? katanya.

Dan sesuai yang dipesannya, aku segera kembali ke rumah Pak Har setelah mengambil sarung dan baju. Langsung masuk ke ruang
dalam rumah Pak Har. Ternyata, di meja makan telah tersedia segelas kopi panas dan beberapa potong kue di piring kecil. Dan
mengetahui aku yang datang, terdengar suara Bu Har menyuruhku untuk menikmati hidangan yang disediakan. ?Maaf Nak Rido, ibu
masih mandi. Sebentar lagi selesai,? suaranya terdengar dari kamar mandi di bagian belakang.

Tidak terlalu lama menunggu, Ia keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke kamarnya lewat di dekat ruang makan tempatku
minum kopi dan makan kue. Saat itu ia hanya melilitkan handuk yang berukuran tidak terlalu besar untuk menutupi tubuhnya yang
basah. Tak urung, kendati sepintas, aku sempat disuguhi pemandangan yang mendebarkan. Betapa tidak, karena handuk mandinya
tak cukup besar dan lebar, maka tidak cukup sempurna untuk dapat menutupi ketelanjangan tubuhnya.

Ah,.. benar seperti dugaanku, buah dada Bu Har memang berukuran besar. Bahkan terlihat nyaris memberontak keluar dari handuk
yang melilitnya. Bu Har nampaknya mengikat sekuatnya belitan handuk yang dikenakanannya tepat di bagian dadanya. Sementara
di bagian bawah, karena handuk hanya mampu menutup persis di bawah pangkal paha, kaki panjang wanita itu sampai ke pangkalnya
sempat menarik tatap mataku. Bahkan ketika ia hendak masuk ke kamarnya, dari bagian belakang terlihat mengintip buah pantatnya.
Pantat besar itu bergoyang-goyang dan sangat mengundang saat ia melangkah. Dan ah, .. yang tak kalah syur, ia tidak mengenakan
celana dalam.

Bicara ukuran buah dadanya, mungkin untuk membungkusnya diperlukan Bra ukuran 38 atau lebih. Sebagai wanita yang telah berumur,
pinggangnya memang tidak seramping gadis remaja. Tetapi pinggulnya yang membesar sampai ke pantatnya terlihat membentuk
lekukan menawan dan sedap dipandang. Apalagi kaki belalang dengan paha putih mulus miliknya itu, sungguh masih menyimpan
magnit. Maka degup jantungku menjadi kian kencang terpacu melihat bagian-bagian indah milik Bu Har. Sayang cuma sekilas, begitu
aku membatin.

Tetapi ternyata tidak. Kesempatan kembali terulang. Belum hilang debaran dadaku, ia kembali keluar dari kamar dan masih belum
mengganti handuknya dengan pakaian. Tanpa mempedulikan aku yang tengah duduk terbengong, ia berjalan mendekati almari di dekat
tempatku duduk. Di sana ia mengambil beberapa barang yang diperlukan. Bahkan beberapa kali ia harus membungkukkan badan karena
sulitnya barang yang dicari (sepertinya ia sengaja melakukan hal ini).

Tak urung, kembali aku disuguhi tontonan yang tak kalah mendebarkan. Dalam jarak yang cukup dekat, saat ia membungkuk, terlihat
jelas mulusnya sepasang paha Bu Har sampai ke pangkalnya. Paha yang sempurna , putih mulus dan tampak masih kencang. Dan
ketika ia membungkuk cukup lama, pantat besarnya jadi sasaran tatap mataku. Kemaluannya juga terlihat sedikit mengintip dari celah
pangkal pahanya. Perasaanku menjadi tidak karuan dan badanku terasa panas dingin dibuatnya.

Apakah Bu Har menganggap aku masih pemuda ingusan? Hingga ia tidak merasa canggung berpakaian seronok di hadapanku? Atau
ia menganggap dirinya sudah terlalu tua hingga mengira bagian-bagian tubuhnya tidak lagi mengundang gairah seorang laki-laki
apalagi laki-laki muda sepertiku? Atau malah ia sengaja memamerkannya agar gairahku terpancing? Pertanyaan-pertanyaan itu serasa
berkecamuk dalam hatiku. Bahkan terus berlanjut ketika kami kembali berboncengan menuju rumah sakit.

Dan yang pasti, sejak saat itu perhatianku kepada Bu Har berubah total. Aku menjadi sering mencuri-curi pandang untuk dapat
menatapi bagian-bagian tubuhnya yang kuanggap masih aduhai. Apalagi setelah mandi dan berganti pakaian, kulihat ia mengenakan
celana dan kaos lengan panjang ketat yang seperti hendak mencetak tubuhnya. Gairahku jadi kian terbakar kendati tetap kupendam
dalam-dalam. Dan perubahan yang lain, aku sering mengajaknya berbincang tentang apa saja di samping selalu sigap mengerjakan
setiap ia membutuhkan bantuan. Hingga hubungan kami semakin akrab dari waktu ke waktu.

Sampai suatu malam, memasuki hari kelima kami berada di rumah sakit, saat itu hujan terus mengguyur sejak sore hari. Maka orang-
orang yang menunggui pasien yang dirawat di ruang ICU, sejak sore telah mengkapling-kapling teras luar bangunan ICU. Maklum,
di malam hari penunggu tidak boleh memasuki bagian dalam ruang ICU. Dan pasien biasanya memanfaatkan teras yang ada untuk
tiduran atau duduk mengobrol. Dan malam itu, karena guyuran hujan, lahan untuk tidur jadi menyempit karena pada beberapa bagian
tempis oleh air hujan. Sementara aku dan Bu Har yang baru mencari kapling setelah makan malam di kantin, menjadi tidak kebagian
tempat.

Setelah mencari cukup lama, akhirnya aku mengusulkan untuk menggelar tikar dan karpet di dekat bangunan kamar mayat.
Aku mengusulkan itu karena jaraknya masih cukup dekat dengan ruang ICU dan itu satu-satunya tempat yang memungkinkan untuk
berteduh kendati cukup gelap karena tidak ada penerangan di sana. Awalnya Bu Har menolak, karena posisinya di dekat kamar mayat.
Namun akhirnya ia menyerah setelah mengetahui tidak ada tempat yang lain dan aku menyatakan siap berjaga sepanjang malam.

Janji ya Rid (setelah cukup akrab Bu Har tidak mengembel-embeli sebutan Nak di depan nama panggilanku), kamu harus bangunkan
ibu kalau mau kencing atau beli rokok. Soalnya ibu takut ditinggal sendirian,? katanya.
Wah, persediaan rokokku lebih dari cukup kok bu. Jadi tidak perlu kemana-mana lagi,? jawabku.
Nyaman juga ternyata menempati kapling dekat kamar mayat. Bisa terbebas dari lalu-lalang orang hingga bisa beristirahat cukup
tenang. Dan kendati gelap tanpa penerangan, bisa terbebas dari cipratan air hujan karena tempat kami menggelar tikar dan karpet
terlindung oleh tembok setinggi sekitar setengah meter. Sambil tiduran agak merapat karena sempitnya ruang yang ada, Bu Har
mengajakku ngobrol tentang banyak hal. Dari soal kerinduannya pada Dewi, anaknya yang hanya bisa pulang setahun sekali saat
lebaran sampai ke soal penyakit yang diderita Pak Harjono. Menurut Bu Har penyakit diabetis itu diderita suaminya sejak delapan
tahun lalu. Dan karena penyakit itulah penyakit radang lambung yang datang belakangan menjadi sulit disembuhkan.

Katanya penyakit diabetes bisa menjadikan laki-laki jadi impotensi ya Bu??
Kata siapa, Rid??
Eh,.. anu, kata artikel di sebuah koran,? jawabku agak tergagap.
Aku merasa tidak enak berkomentar seperti itu terhadap penyakit yang diderita suami Bu Har.
Rupanya kamu gemar membaca ya. Benar kok itu, makanya penyakit kencing manis di samping menyiksa suami yang mengidapnya
juga berpengaruh pada istrinya. Untung ibu sudah tua,? ujarnya lirih.
Merasa tidak enak topik perbincangan itu dapat membangkitkan kesedihan Bu Har, akhirnya aku memilih diam. Dan aku yang tadinya
tiduran dalam posisi telentang, setelah rokok yang kuhisap kubuang, mengubah posisi tidur memunggungi wanita itu. Sebab kendati
sangat senang bersentuhan tubuh dengan wanita itu, aku tidak mau dianggap kurang ajar. Sebab aku tidak tahu secara pasti jalan
pikiran Bu Har yang sebenarnya. Tetapi baru saja aku mengubah posisi tidur, tangan Bu Har terasa mencolek pinggangku.

Tidurmu jangan memunggungi begitu. Menghadap ke sini, ibu takut,? katanya lirih.
Aku kembali ke posisi semula, tidur telentang. Namun karena posisi tidur Bu Har kelewat merapat, maka saat berbalik posisi tanpa
sengaja lenganku menyenggol buah dada wanita itu. Memang belum menyentuh secara langsung karena ia mengenakan daster dan
selimut yang menutupi tubuhnya. Malangnya, Bu Har bukannya menjauh atau merenggangkan tubuh, tetapi malah semakin
merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Seperti anak kecil yang ketakutan saat tidur dan mencari perasaan aman pada ibunya.

Akhirnya, dengan keberanian yang kupaksakan - karena ku yakin saat itu Bu Har belum pulas tertidur - aku mulai mencoba-coba.
Seperti yang dimauinya, aku mengubah kembali posisi tidur miring menghadapinya. Jadilah sebagian besar tubuhku merapat ketat
ke tubuhnya hingga terasa kehangatan mulai menjalari tubuhku. Sampai di situ aku berbuat seolah-olah telah mulai lelap tertidur
sambil menunggu reaksinya.

Reaksinya, Bu Har terbangkit dan menarik selimut yang dikenakannya. Selimut besar dan tebal itu ditariknya untuk dibentangkan
sekaligus menutupi tubuhku. Jadilah tubuh kami makin berhimpitan di bawah satu selimut. Akhirnya, ketika aku nekad meremas
telapak tangannya dan ia membalas dengan remasan lembut, aku jadi mulai berani beraksi lebih jauh.

Kumulai dengan menjalari pahanya dari luar daster yang dikenakannya dengan telapak tanganku. Ia menggelinjang, tetapi tidak
menolakkan tanganku yang mulai nakal itu. Malah posisi kakinya mulai direnggangkan yang memudahkanku menarik ke atas bagian
bawah dasternya. Baru ketika usapan tanganku mulai menjelajah langsung pada kedua pahanya, kuketahui secara pasti ia tidak
menolaknya. Tanganku malah dibimbingnya untuk menyentuh kemaluannya yang masih tertutup celana dalam.

Seperti keinginanku dan juga keinginannya, telapak tanganku mulai menyentuh dan mengusap bagian membusung yang ada di
selangkangan wanita itu. Ia mendesah lirih saat usapan tanganku cukup lama bermain di sana. Juga saat tanganku yang lain mulai
meremasi buah dadanya dari bagian luar Bra dan dasternya. Sampai akhirnya, ketika tanganku yang beroperasi di bagian bawah
telah berhasil menyelinap ke bagian samping celana dalam dan berhasil mencolek-colek celah kemaluannya yang banyak ditumbuhi
rambut, dia dengan suka rela memereteli sendiri kancing bagian depan dasternya. Lalu seperti wanita yang hendak menyusui bayinya,
dikeluarkannya payudaranya dari Bra yang membungkusnya.

Layaknya bayi yang tengah kelaparan mulutku segera menyerbu puting susu sebelah kiri milik Bu Har. Kujilat-jilat dan kukulum
pentilnya yang terasa mencuat dan mengeras di mulutku. Bahkan karena gemas, sesekali kubenamkan wajahku ke kedua payudara
wanita itu. Payudara berukuran besar dan agak mengendur namun masih menyisakan kehangatan.

Sementara Ia sendiri, sambil terus mendesis dan melenguh nikmat oleh segala gerakan yang kulakukan, mulai asyik dengan mainannya.
Setelah berhasil menyelinap ke balik celana pendek yang kukenakan, tangannya mulai meremas dan meremas penisku yang memang
telah mengeras. Kata teman-temanku, senjataku tergolong long size, hingga Ia nampak keasyikkan dengan temuannya itu. Tetapi
ketika aku hendak menarik celana dalamnya, tubuhnya terasa menyentak dan kedua pahanya dirapatkan mencoba menghalangi
maksudku.

Mau apa Rid,.. jangan di sini ah nanti ketahuan orang,? katanya lirih.
Ah, tidak apa-apa gelap kok. Orang-orang juga sudah pada tidur dan tidak bakalan kedengaran karena hujannya makin besar.?
Hujan saat itu memang semakin deras.Entah karena mempercayai omonganku. Atau karena nafsunya yang juga sudah memuncak
terbukti dengan semakin membanjirnya cairan di lubang kemaluannya, ia mau saja ketika celananya kutarik ke bawah. Bahkan ia
menarik celana dalamnya ketika aku kesulitan melakukannya. Ia juga membantu membuka dan menarik celana pendek dan celana
dalam yang kukenakan.

Akhirnya, dengan hanya menyingkap daster yang dikenakannya aku mulai menindih tubuhnya yang berposisi mengangkang. Karena
dilakukan di dalam gelap dan tetap dibalik selimut tebal yang kupakai bersama untuk menutupi tubuh, awalnya cukup sulit untuk
mengarahkan penisku ke lubang kenikmatannya. Namun berkat bimbingan tangan lembutnya, ujung penisku mulai menemukan
wilayah yang telah membasah. Slep penis besarku berhasil menerobos dengan mudah liang sanggamanya.

Aku mulai menggoyang dan memaju-mundurkan senjataku dengan menaik-turunkan pantatku. Basah dan hangat terasa setiap
penisku membenam di vaginanya. Sementara sambil terus meremasi kedua buah dadanya secara bergantian, sesekali bibirnya
kulumat. Maka ia pun melenguh tertahan, melenguh dan mengerang tertahan. Ah, dugaanku memang tidak meleset tubuhnya
memang masih menjanjikan kehangatan. Kehangatan yang prima khas dimiliki wanita berpengalaman.

Dihujam bertubi-tubi oleh ketegangan penisku di bagian kewanitannya, Ia mulai mengimbangi aksiku. Pantat besar besarnya
mulai digerakkan memutar mengikuti gerakan naik turun tubuhku di bagian bawah. Memutar dan terus memutar dengan gerak
dan goyang pinggul yang terarah. Hal itu menjadikan penisku yang terbenam di dalam vaginanya serasa diremas. Remasan nikmat
yang melambungkan jauh anganku entah kemana. Bahkan sesekali otot-otot yang ada di dalam vaginanya seolah menjepit dan
mengejang.

Ah,.. ah.. enak sekali. Terus, ah.. ah,?
Aku juga enak Rid, uh.. uh? uh. Sudah lama sekali tidak merasakan seperti ini. Apalagi punyamu keras dan penjang. Auh,.. ah.. ah,?
Sampai akhirnya, aku menjadi tidak tahan oleh goyangan dan remasan vaginanya yang kian membanjir. Nafsuku kian naik ke
ubun-ubun dan seolah mau meledak. Gerakan bagian bawah tubuhku kian kencang mencolok dan mengocok vaginanya dengan penisku.
Aku tidak tahan, ah.. ah.. Sepertinya mau keluar, shhh, ah, .. ah,?
Aku juga Rid, terus goyang, ya .. ya,.. ah,?

Setelah mengelojot dan memuntahkan segala yang tak dapat kubendungnya, aku akhirnya ambruk di atas tubuh wanita itu. Maniku
cukup banyak menyembur di dalam lubang kenikmatannya. Begitupun Ia, setelah kontraksi otot-otot yang sangat kencang, ia
meluapkan ekspresi puncaknya dengan mendekap erat tubuhku. Dan bahkan kurasakan punggungku sempat tercakar oleh kuku-
kukunya. Cukup lama kami terdiam setelah pertarungan panjang yang melelahkan.
Semestinya kita tidak boleh melakukan itu ya Rid. Apalagi bapak lagi sakit dan tengah dirawat,? kata Ia sambil masih tiduran di dekatku.
Aku mengira ia menyesal dengan peristiwa yang baru terjadi itu.
Ya Maaf,.. soalnya tadi,..?
Tetapi tidak apa-apa kok. Saya juga sudah lama ingin menikmati yang seperti itu. Soalnya sejak 5 tahun lebih Pak Har terkena diabetis,
ia menjadi sangat jarang memenuhi kewajibannya. Bahkan sudah dua tahun ini kelelakiannya sudah tidak berfungsi lagi. Cuma, kalau
suatu saat ingin melakukannya lagi, kita harus hati-hati. Jangan sampai ada yang tahu dan menimbulkan aib diantara kita,? ujarnya lirih.

Plong, betapa lega hatiku saat itu. Ia tidak marah dan menyesal dengan yang baru saja terjadi. Dan yang membuatku senang, aku
dapat melampiaskan hasrat terpendamku kepadanya. Kendati aku merasa belum puas karena semuanya dilakukan di kegelapan hingga
keinginanku melihat ketelanjangan tubuhnya belum kesampaian.

Dan seperti yang dipesankannya, aku berusaha mencoba bersikap sewajar mungkin saat berada diantara orang-orang. Seolah tidak
pernah terjadi sesuatu yang luar biasa diantara kami. Kendati aku sering harus menekan keinginan yang menggelegak akibat darah
mudaku yang gampang panas saat berdekatan dengannya. Dan sejak itu lokasi teras di belakang kamar mayat menjadi saksi sekitar
tiga kali hubungan sumbang kami. Hubungan sumbang yang terpaksa kuhentikan seiring kedatangan Bu Hartini, adik Pak Harjono yang
bermaksud menengok kondisi sakit kakaknya. Hanya terus terang, sejak kehadirannya ada perasaan kurang senang pada diriku.
Sebab sejak Ia ada yang menemani merawat suaminya di rumah sakit, kendati aku tetap diminta untuk membantu mereka dan selalu
berada di rumah sakit, aku tidak lagi dapat menyalurkan hasrar seksualku. Hanya sesekali kami pernah nekad menyalurkannya di kamar
mandi ketika hasrat yang ada tak dapat ditahan. Itu pun secara kucing-kucingan dengan Bu Tini dan segalanya dilaksanakan secara
tergesa-gesa hingga tetap tidak memuaskan kami berdua.

Sampai suatu ketika, saat Pak Har telah siuman dan perawatannya telah dialihkan ke bangsal perawatan yang terpisah, Bu Tini
menyarankan kepada Ia untuk tidur di rumah.
Kamu sudah beberapa hari kurang tidur Mbak, kelihatannya sangat kelelahan. Coba kamu kalau malam tidur barang satu dua hari di
rumah hingga istirahat yang cukup dan tidak jatuh sakit. Nanti kalau kedua-duanya sakit malah merepotkan. Biar yang nunggu Mas Har
kalau malam aku saja diteman Dik Rido kalau mau? ujarnya.
Ia setuju dengan saran adik iparnya. Ia memutuskan untuk tidur di rumah malam itu. Maka hatiku bersorak karena terbuka peluang
untuk menyetubuhinya di rumah. Tetapi bagaimana caranya pamit pada Bu Tini? Kalau aku ikut-ikutan pulang untuk tidur di rumah apa
tidak mengundang kecurigaan? Aku jadi berpikir keras untuk menemukan jalan keluar. Dan baru merasa plong setelah muncul selintas
gagasan di benakku.

Sekitar pukul 22.00 malam, lewat telepon umum kutelepon rumahnya. Wanita itu masih terjaga dan menurut pengakuannya tengah
menonton televisi. Maka nekad saja kusampaikan niatku kepadanya. Dan ternyata ia memberi sambutan cukup baik.
Kamu nanti memberi tanda kalau sudah ada di dekat kamar ibu ya. Nanti pintu belakang ibu bukakan. Dan sepeda motornya di tinggal
saja di rumah sakit biar tidak kedengaran tetangga. Kamu bisa naik becak untuk pulang,? katanya berpesan lewat telepon.
Untuk tidak mengundang kecurigaan, sekitar pukul 23.00 aku masuk ke bangsal tempat Pak Har dirawat menemani Bu Tini. Namun
setengah jam sesudahnya, aku pamit keluar untuk nongkrong bersama para Satpam rumah sakit seperti yang biasa kulakukan setelah
kedatangan Bu Tini. Di depan rumah sakit aku langsung meminta seorang abang becak mengantarku ke kampungku yang berjarak
tak lebih dari satu kilometer. Segalanya berjalan sesuai rencana. Setelah kuketuk tiga kali pintu kamarnya, kudengar suara Ia berdehem.
Dan dari pintu belakang rumah yang dibukakannya secara pelan-pelan aku langsung menyelinap masuk menuju ruang tengah rumah
tersebut.

Rupanya, bertemu di tempat terang membuat kami sama-sama kikuk. Sebab selama ini kami selalu berhubungan di tempat gelap di
teras kamar mayat. Maka aku hanya berdiri mematung, sedang Ia duduk sambil melihat televisi yang masih dinyalakannya.
Cukup lama kami tidak saling bicara sampai akhirnya Ia menarik tanganku untuk duduk di sofa di sampingnya. Setelah keberanianku
mulai bangkit, aku mulai berani menatapi wanita yang duduk di sampingku. Ia ternyata telah siap tempur. Terbukti dari daster
tipis menerawang yang dikenakannya, kulihat ia tidak mengenakan Bra di baliknya. Maka kulihat jelas payudaranya yang membusung.
Hanya, ketika tanganku mulai bergerilya menyelusuri pangkal paha dan meremasi buah dadanya ia menolak halus.
Jangan di sini Rid, kita ke kamar saja biar leluasa,? katanya lirih.
Ketika kami telah sama-sama naik ke atas ranjang besar di kamar yang biasa digunakan oleh suami dan dia, aku langsung
menerkamnya. Semula Ia memintaku mematikan dulu saklar lampu yang ada di kamar itu, tetapi aku menolaknya. ?Saya ingin melihat
semua milikmu,? kataku.
Tetapi aku malu Rid. Soalnya aku sudah tua,.?

Persetan dengan usia, dimataku, Ia masih menyimpan magnit yang mampu menggelegakkan darah mudaku. Sesaat aku terpaku ketika
wanita itu telah melolosi dasternya. Dua buah gunung kembarnya yang membusung nampak telah menggantung. Tetapi tidak
kehilangan daya pikatnya. Buah dada yang putih mulus dan berukuran cukup besar itu diujungnya terlihat kedua pentilnya yang
berwarna kecoklatan. Indah dan sangat menantang untuk diremas. Maka setelah aku melolosi sendiri seluruh pakaian yang kukenakan,
langsung kutubruk wanita yang telah tiduran dalam posisi menelentang. Kedua payudaranya kujadikan sasaran remasan kedua tanganku.
Kukulum, kujilat dan kukenyot secara bergantian susu-susunya yang besar menantang. Kesempatan melihat dari dekat keindahan buah
dadanya membuat aku seolah kesetanan. Dan Ia, wanita berhidung bangir dengan rambut sepundak itu menggelepar. Tangannya
meremas-remas rambut kepalaku mencoba menahan nikmat atas perbuatan yang tengah kulakukan.

Dari kedua gunung kembarnya, setelah beberapa saat bermain di sana, dengan terus menjulurkan lidah dan menjilat seluruh tubuhnya
kuturunkan perhatianku ke bagian perut dan di bawah pusarnya. Hingga ketika lidahku terhalang oleh celana dalam yang masih
dikenakannya, aku langsung memelorotkannya. Ah, vaginanya juga tak kalah indah dengan buah dadanya. Kemaluan yang besar
membusung dan banyak ditumbuhi rambut hitam lebat itu, ketika kakinya dikuakkan tampak bagian dalamnya yang memerah. Bibir
vaginanya memang nampak kecoklatan yang sekaligus menandakan bahwa sebelumnya telah sering diterobos kemaluan suaminya.
Tetapi bibir kemaluan itu belum begitu menggelambir. Dan kelentitnya, yang ada di ujung atas, uh,.. mencuat menantang sebesar biji
jagung.

Tak tahan cuma memelototi lubang kenikmatan wanita itu, mulailah mulutku yang bicara. Awalnya mencoba membaui dengan hidungku.
Ah, ada bau yang meruap asing di hidungku. Segar dan membuatku tambah terangsang. Dan ketika lidahku mulai kumainkan dengan
menjilat-jilat pelan di seputar bibir vaginanya besar itu, Ia tampak gelisah dan menggoyang-goyang kegelian.
Ih,.. jangan diciumi dan dijilat begitu Rid. Malu ah, tapi, ah..ah.. ah,?
Tetapi ia malah menggoyangkan bagian bawah tubuhnya saat mulutku mencerucupi liang nikmatnya. Goyangannya kian kencang dan
terus mengencang. Sampai akhirnya diremasnya kepalaku ditekannya kuat-kuat ke bagian tengah selangkannya saat kelentitnya
kujilat dan kugigit kecil. Rupanya ia telah mendapatkan orgasme hingga tubuhnya terasa mengejang dan pinggulnya menyentak
ke atas.

Seumur hidup baru kali ini vaginaku dijilat-jilat begitu Rid, jadinya cepat kalah. Sekarang gantian deh Aku mainkan punyamu,?
ujarnya setelah sebentar mengatur nafasnya yang memburu.
Aku dimintanya telentang, sedang kepala dia berada di bagian bawah tubuhku. Sesaat, mulai kurasakan kepala penisku dijilat lidah
basah milik wanita itu. Bahkan ia mencerucupi sedikit air maniku yang telah keluar akibat nafsu yang kubendung. Terasa ada senasi
tersendiri oleh permainan lidahnya itu dan aku menggelinjang oleh permainan wanita itu. Namun sebagai anak muda, aku merasa
kurang puas dengan hanya bersikap pasif. Terlebih aku juga ingin meremas pantat besarnya yang montok dan seksi. Hingga aku
menarik tubuh bagian bawahnya untuk ditempatkan di atas kepalaku. Pola persetubuhan yang kata orang disebut sebagai permainan
69. Kembali vaginanya yang berada tepat di atas wajahku langsung menjadi sasaran gerilya mulutku. Sementara pantat besarnya
kuremas-remas dengan gemas.

Tidak hanya itu jilatan lidahku tidak berhenti hanya bermain di seputar kemaluannya. Tetapi terus ke atas dan sampai ke lubang
duburnya. Rupanya ia telah membersihkannya dengan sabun baik di kemaluannya maupun di anusnya. Maka tak sedikit pun meruap
bau kotoran di sana dan membuatku kian bernafsu untuk menjilat dan mencoloknya dengan ujung lidahku. Tindakan nekadku rupanya
membuat nafsunya kembali naik ke ubun-ubun. Maka setelah ia memaksaku menghentikan permainan 69, ia langsung mengubah posisi
dengan telentang mengangkang. Dan aku tahu pasti wanita itu telah menagih untuk disetubuhi. Ia mulai mengerang ketika batang
besar dan panjang milikku mulai menerobos gua kenikmatannya yang basah. Hanya karena kami sama-sama telah memuncak nafsu
syahwatnya, tak lebih dari 10 menit saling genjot dan menggoyang dilakukan, kami telah sama-sama terkapar. Ambruk di kasur
empuk ranjang kenikmatannya. Ranjang yang semestinya tabu untuk kutiduri bersama wanita itu.

Malam itu, aku dan dia melakukan persetubuhan lebih dari tiga kali. Termasuk di kamar mandi yang dilakukan sambil berdiri. Dan ketika
aku memintanya kembali yang keempat kali, ia menolaknya halus.
Tubuh ibu cape sekali Rid, mungkin sudah terlalu tua hingga tidak dapat mengimbangi orang muda sepertimu. Dan lagi ini sudah mulai
pagi, kamu harus kembali ke rumah sakit agar Bu Tini tidak curiga,? katanya.
Aku sempat mencium dan meremas pantatnya saat Ia hendak menutup pintu belakang rumah mengantarku keluar. Ah,.. ternyata
ada hansip yang memergoki perbuatanku dari tadi dan akupun langsung lari kocar-kacir menuju rumah sakit.

Usia Pak Har ternyata tidak cukup panjang. Selama sebulan lebih dirawat di rumah sakit, ia akhirnya meninggal setelah sebelumnya
sempat dibawa RS yang lebih besar di Semarang. Di Semarang, aku pun ikut menunggui bersamanya serta Bu Tini selama seminggu.
Juga ada Mbak Dewi dan suaminya yang menyempatkan diri untuk menengok. Hingga hubunganku dengan keluarga itu menjadi kian
akrab.

Namun, hubungan sumbangku dengannya terus berlanjut hingga kini. Bahkan kami pernah nekad bersetubuh di belakang rumah
keluarga itu, karena kami sama-sama horny sementara di ruang tengah banyak sanak famili dari keluarganya yang menginap.
Entah kapan aku akan menghentikannya, mungkin setelah gairahnya telah benar-benar padam.

BU LIMAH

Ceritanya terjadi saat aku masih kuliah di sebuah universitas di dekat kalimalang-Jakarta Timur. Aku menyewa kamar semi permanen yang setengahnya tembok dan setengahnya lagi kayu milik seorang Ibu bernama Halimah yang biasa di panggil Bu Limah. Kamarku terletak agak di belakang rumah bersebelahan dengan kamar mandi. Bagian Belakang rumah Bu Limah di batasi tembok tinggi yang di biarkan tanpa atap, di dalamnya di pergunakan Bu Limah untuk memelihara tanaman dan bunga-bungaan, disana juga tumbuh pohon belimbing yang rindang tempat ngadem dengan menggelar tikar. Kamarku berada persis di depannya.

Di rumah itu hanya ada 2 kamar kost yang kusewa bersama seorang cowok mahasiswa juga tapi sudah skripsi jadi jarang dirumah. Bu Limah, Ibu kostku ini adalah seorang janda beranak tiga, semua anaknya sudah kawin dan tidak tinggal serumah lagi dengan Bu Limah. Ibu kost ku ini sebenarnya udah cukup tua umurnya kira-kira 50 tahunan, namun menurutku, untuk wanita seusianya, tubuh Bu Limah masih terhitung bagus, meski agak gemuk namun tetap montok dengan bongkahan pantatnya yang bahenol dan buah dadanya yang besar. Rambutnya yang hitam panjang selalu di jepitnya di belakang kepalanya. Pembawaannya tenang dan ramah. Kalau sedang dirumah Bu Limah paling sering memakai daster sehingga bentuk tubuhnya menggodaku untuk selalu mencuri-curi pandang. Buah dadanya yang besar itu juga sering ku lihat terkadang tanpa di tutupi BH sehingga tampak menggantung bergoyang-goyang saat badannya menunduk membersihkan tanamannya.

Suatu hari ketika itu aku masuk siang jadi agak santai. Setelah membeli koran aku kembali ke kamar untuk membacanya, pintu kamar kubiarkan saja terbuka. Beberapa saat kemudian kulihat ibu kost berjalan ke arah kamar mandi sambil membawa handuk, rupanya mau mandi. Dia berhenti sejenak di depan kamarku untuk menyapaku.
''Kok belum berangkat? '' Sapanya .
''Iya Bu, hari ini masuk siang''. Jawabku.
''Wah enak dong bisa santai..,'' Kata Bu Limah lagi sambil tersenyum dan meneruskan langkahnya menuju kamar mandi.
Dari kamar mandi ku dengar Bu Limah bersenandung kecil di timpali bunyi air. Saat itu pikiranku jadi ngeres dengan membayangkan Bu Limah telanjang membuat kemaluanku mengeras dan timbul keinginanku untuk mengintipnya.
Segera kututup pintu kamarku dan dengan berhati-hati ku cari celah sambungan papan antara kamarku dengan kamar mandi. dan ternyata ada sedikit lubang tipis yang karena cet nya sudah hancur, tempatnya tepat agak dibawah dekat bak mandi. Dengan hati berdegub keras, aku intip Bu Limah, tampak dia telanjang bulat, badannya masih montok untuk ukuran wanita seusia Bu Limah. Teteknya sudah agak turun tapi besar dan menantang, sedangkan kemaluannya ditutupi bulu cukup lebat.

Dia menyabuni teteknya agak lama, dia permainkan putingnya dengan memilin-milinnya, sedang tangan yang satu lagi menyabuni memeknya, jari telunjuknya dimasukan berulang-ulang sedangkan matanya tampak terpejam-pejam mungkin sedang menikmati, gerakannya itu kulihat seperti layaknya orang bersenggama.
Bu Limah lalu menghentikan kegiatannya lalu berjongkok persis menghadapku untuk mencuci BH dan celana dalamnya sehingga memeknya dengan jelas ku lihat membuat gairahku menyala-nyala. Ku keluarkan penisku yang sudah tegang berdiri, kumainkan dengan tanganku tak kuperdulikan lagi kemungkinan seandainya Bu Limah mengetahui apa yang aku lakukan. Semakin lama nafsu seks ku semakin tak terkendali kepalaku sudah tidak bisa berfikir jernih lagi, yang ada di kepalaku bagaimana caranya bisa menikmati tubuh Bu Limah.

Bu Limah pun akhirnya selesai mandi, setelah mengelap tubuhnya dengan handuk, dililitkannya handuk itu menutupi tubuhnya, sedangkan pakaiannya di masukannya ke dalam ember yang ada di dalam kamar mandi.
Aku pun segera bersiap-siap dengan rencanaku. pun keluar dari kamar mandi. Ketika Bu Limah melewati kamarku cepat ku buka pintu kamarku dan tanpa berkata-kata lagi kupeluk tubuh Bu Limah dari belakang sambil menarik handuk yang di pakai Bu Limah hingga ahirnya Bu Limah telanjang, tanganku ku remaskan ke buah dadanya.
''Aw, aduh.., apa-apaan nih..,'' Pekik Bu Limah terkejut.
''Aduh Dal, jangan Dal ah...,'' Bu Limah mencoba menghindar.
Aku tetap tak perduli, tangan kanan ku malah ku arahkan ke memeknya, ku kobel-kobel dan kucolokan jariku masuk ke dalamnya sambil ku ciumi tengkuk dan leher belakang Bu Limah. Tubuh Bu Limah mencoba berontak agar lepas tapi aku tak memberikan kesempatan dengan semakin mempereret pelukanku.
''Aduh.., dal ingat dal, ah.., Ibu sudah tua Dal. Lepasin Ibu Dal.'' Kata Bu Limah memohon.
''Hhh.., Ibu masih seksi koq, buktinya saya nafsu sama Ibu. Udah deh mendingan ibu nikmatin aja lagian kan ibu sudah lama nggak beginian.'' Kataku memaksa.
''Tapi Ibu malu Dal, nanti kalau ada orang yang tahu gimana...?'' Hiba Bu Limah.
''Ya makanya, mending ibu nikmatin saja, kalau begitu kan orang nggak bakalan ada yang tahu.'' Tangkisku.
Akhirnya Bu Limah pun terdiam, tubuhnya tidak berusaha memberontak lagi aku semakin leluasa menjelajahi semua bagian tubuh Bu Limah, kadang kuelus-elus terkadang kuremas-remas seperti pada pantatnya yang besar dan montok itu.
Menyadari sudah tidak ada penolakan dari Bu Limah, aku semakin mengintensifkan gerakanku ke bagian-bagian tubuh Bu Limah yang dapat membuat gairah Bu Limah semakin tinggi agar tidak kehilangan momen.
''Ahh.., ssshh..., aahh..., geli Dal, ahh..,'' Bu Limah mendesah-desah pelan pertanda nafsu seksnya sudah bangkit.
Ku putar tubuhku menghadap Bu Limah, sambil tetap ku peluk, ku ciumi bibirnya, dan lidahku kumasukan ke dalam mulutnya. Bu Limah ternyata mulai mengimbangiku, di balasnya ciuman ku dengan ketat aku dan Bu Limah bergantian saling menghisap bibir dan lidah. Sambil begitu ku tuntun tangan Bu Limah ke kemaluanku dan ku selipkan tangannya ke dalam celana pendek training yang ku pakai. Tanpa ku minta Bu Limah menarik ke bawah celanaku hingga ******ku bebas mengacung. Digenggamnya kontoku, dengan jempolnya kepala penisku dielus-elusnya kemudian dikocoknya. Pelerku pun tak luput di jamahnya dengan meremasnya pelan, sesekali jarinya terasa menelusuri belahan pantatku melewati anus, sensasi seks yang ku rasakan benar-benar lain.
Leher Bu Limah ganti ku ciumi lalu turun ke bagian dadanya. Buah dada Bu Limah yang besar itu kuciumi, kuremas-remas, kusedot-sedot dan ku jilati sepuasnya sedangkan pada putingnya selain ku pelintir-pelintir aku hisapi seperti bayi yang sedang menetek pada ibunya, yang ternyata membuat Bu Limah kian hot. Tangannya mengerumasi rambutku dan terkadang menekan kepalaku ke payudaranya. Desahanannya semakin sering terdengar.
''Aduh.., ahh.., sshh.., terus dal, aahh..,''

Dengan posisi tubuh Bu Limah yang tetap berdiri, aku merendahkan badanku, kuarahkan mulutku ke selangkangannya, Bu Limah ternyata tau apa yang akan kulakukan, di renggangkannya kedua kakinya hingga sedikit mengangkang yang membuat ku lebih leluasa menciumi memeknya. Ku sibak bulu jembut di permukaan memeknya lalu ku dekatkan bibirku ke permukaan memeknya. Lidahku ku julurkan mengulas-ulas bibir memek Bu Limah, itilnya ku terkadang kujepit dengan bibirku sebelum kuhisap-hisap. Tak ketinggalan jariku ku colokan masuk ke dalam memek Bu Limah sambil ku pitar-putar. Apa yang ku lakukan itu membuat Bu Limah menggelinjang-gelinjang dengan mulut tak berhenti berdesah-desah kenikmatan.
''Ahh.., aww.., yahhh.., sshh.., terus Dal, iyaahh..''

Begitu bernafsunya aku dan Bu Limah bercinta, hingga aku dan Bu Limah sudah tidak perduli lagi kalau waktu itu kami bergelut di udara terbuka di belakang rumah Bu Limah. Tapi akhirnya kekhawatiranku muncul juga. Ku hentikan sejenak aktifitasku.
''Bu, sebentar yah, saya mau ngunci pintu dulu, takut ada yang datang.'' Kataku sambil berdiri.
''Oh iya, untung kamu ingat, tapi cepet yah Dal, Ibu sudah nggak tahan nih,'' Jawab Bu Limah nakal. Aku hanya tersenyum, sambil berlalu kuremas dulu tetek Bu Limah.
Sebenarnya jarak ke pintu hanya beberapa meter saja, berhubung aku dan Bu Limah sedang diliputi kenikmatan seks hingga tak mau kehilangan waktu meski sekejap.

Setelah mengunci pintu aku kembali, ******ku terayun-ayun waktu berjalan karena celanaku sudah terlepas meskipun aku masih memakai kaos.
''Kalau pintu depan dikunci nggak Bu?'' Tanyaku ketika sudah dekat Bu Limah.
''Dikunci, dari pagi Ibu belum membukanya.'' Jawab Bu Limah sambil merengkuh tubuhku ke pelukannya.
''Dal kita pindah ke kamar yuk!'' Pinta Bu Limah.
''Disini aja deh bu, cari suasana lain, pasti Ibu belum pernah kan ngewe di sama bapak dulu di tempat terbuka seperti ini.''
''Ah, kamu ini ada-ada saja.'' Elak Bu Limah sambil membuka kaosku.

Aku dan Bu Limah kembali berpagutan di atas kursi yang ku tari dari depan kamarku, tubuh Bu Limah ku pangku di atas pahaku, Bu Limah semakin aktif menciumi ku, pentilku pun di hisap dan di jilatinya sedangkan tanganku menggerayangi memeknya yang semakin basah.
Bu Limah kemudian berdiri lalu berjongkok di hadapanku, di hadapkannya mukanya ke arah ******ku lalu lindahnya menjulur mengulas-ulas kepala ******ku beberapa saat kemudian di masukannya ******ku ke dalam mulutnya, di hisap-hisapnya dengan menggerakan kepalanya maju mundur, kemudian pelirku di hisapnya juga. Gerakan lidah Bu Limah benar-benar membuatku di penuhi kenikmatan.
''Ahh, enak Bu..,'' Erangku penuh nafsu.
Tanganku mempermainkan buah dadanya yang menggantung bergoyang-goyang, sesekali ku remas rambutnya dan ku tekan kepalanya agar semakin dalam mulutnya melahap ******ku.

Bu Limah lalu menghentikan hisapannya pada ******ku.
''Dal, ayo ******mu masukin, memek Ibu sudah kepengen banget di ewe.'' Pintanya sambil membaringkan tubuhnya di atas tikar dengan kedua kakinya dilebarkan memperlihatkan memeknya yang mumplu.
Tanpa berkata lagi aku menyusul Bu Limah dan ku kangkangi tubuhnya dari atas. Bu Limah meraih ******ku lalu di arahkannya ke lubang memeknya. Setelah pas lalu ku tekan perlahan-lahan hingga ******ku masuk seluruhnya ke dalam memek Bu Limah lalu ku tarik dan ku masukan lagi dengan gerakan semakin cepat. Mulut Bu Limah terus berdesis-desis menahan nikmat. Tubuh Bu Limah terhentak-hentak karena dorongan tubuhku, buah dadanya yang bergerak-gerak indah kuremas-remas
penuh nafsu, sambil terus bergerak aku dan Bu Limah berpelukan erat, mulutku dan mulutnya saling hisap.
Bu Limah lalu memintaku berganti posisi di atas, aku berbaring dan Bu Limah duduk di atas selangkanganku setelah ******ku di masukannya ke dalam memeknya. Bu Limah menggoyang-goyangkan pantatnya, terasa seperti memeknya memilin-milin ******ku. Dari bawah tetek Bu Limah ternyata tampak lebih indah menggantung bergoyang-goyang.
Aku dan Bu Limah kembali ke posisi semula. Gerakan aku dan Bu Limah semakin liar. Tusukan ******ku semakin cepat yang diimbangi dengan gerakan pantat Bu Limah yang kadang bergoyang ke kiri dan ke kanan kadang ke atas dan ke bawah menambah semakin panasnya permainan seks yang aku dan Bu Limah lakukan. Hingga akhirnya ku rasakan cairan spermaku segera keluar.
''Bu saya mau ke luar..,'' Erangku.
''Ibu juga mau keluar, Dal..,'' Desah Bu Limah.
Aku dan Bu Limah saling berpelukan dengan ketatnya, bibirku dan bibir Bu Limah saling hisap dengan erat dan spermaku pun menyemprot di dalam memek Bu Limah.
Beberapa saat aku dan Bu Limah saling diam menikmati sisa-saisa kenikmatan.

Sambil berbaring di atas tikar di bawah pohon rambutan yang rindang dengan tubuh sama-sama telanjang aku dan Bu Limah melepas lelah sambil ngobrol dan bercanda. Tanganku mempermainkan tetek Bu Limah entah mengapa aku suka sekali dengan tetek Bu Limah itu.
Aku dan Bu Limah lalu membersihkan badan di kamar mandi, saling gosok dan sambil remas hingga gairah ku dan gairah Bu Limah kembali bangkit, aku dan Bu limah kembali bersetubuh di kamar mandi sampai puas.

Wanita seusia Bu Limah memang sangat berpengalaman dalam memuaskan pasangannya, mereka tidak egois dalam menyalurkan gairah seksnya, bahkan yang kurasakan Bu Milah cenderung memanjakanku agar mendapatkan kenikmatan yang setinggi-tingginya. Maka karena itulah akupun merasa di tuntut untuk bisa mengimbanginya.

Gairahku terhadap Bu Milah entah kenapa selalu menyala., maunya setiap hari aku bisa menggaulinya, dan ternyata Bu Milah pun demikian. Hal ini kudengar sendiri ketika aku mengajaknya untuk bersetubuh padahal ketika itu teman kostu sedang ada di kamarnya. Saat Bu Milah sedang mencuci piring ku dekap dia dari belakang, tapi dengan halus Bu Limah menolaknya.
''Jangan sekarang Dal, nanti temanmu tahu.'' Kata Bu Limah.
''Tapi Bu, saya sudah nggak tahan..,'' Sanggahku.
''Ibu juga sama, malahan ibu pengennya tiap hari begituan sama kamu.''
Akhirnya aku mengalah dan kembali ke kamarku dengan kepala penuh hasrat yang tak terlampiaskan.

Sudah 4 hari ini gairahku tak tersalurkan, aku dan Bu Milah hanya bisa saling bertukar kode tanpa bisa berbuat lebih, hingga ketika itu sore, mendadak temanku pulang ke kampungnya setelah dapat telepon bapaknya sakit. Setelah temanku pergi ku kunci pintu lalu segera aku mencari Bu Limah. Di dalam rumah tampak Bu Limah baru keluar dari kamarnya. Bu Limah ketika itu memakai baju kurung berkerudung sepertinya Bu Limah mau pergi.
''Mau ke mana Bu?'' Tanyaku mendekatinya.
''Ibu mau ngaji dulu Dal..,'' Jawab Bu Limah.
''..Bu, ayo dong, sudah lama nih..,'' Rujukku.
''Nanti aja yah Dal, Ibu cuma sebentar koq ngajinya.''
''Ayo lah Bu sebentar aja..,'' Paksaku sambil ku peluk Bu Limah. Tanganku segera saja menjalar ke balik baju Bu limah yang gombrong. Buah dada Bu Limah yang besar yang selama beberapa hari ini ku rindukan, jadi mainanku.
''..Dasar kamu, nggak sabaran banget.., tapi sebentar aja yah!'' Rengek Bu Limah akhirnya pasrah.
Ternyata Bu Limah juga sudah panas, ciuman bibirku segera di balasnya dengan bergelora. Meskipun waktu itu Bu Limah memakai kerudung tak menghalangi aku dan Bu Limah untuk saling berbagi kenikmatan malahan aku merasa ada nuansa yang lain yang kian membuat gairah bercintaku menjadi-jadi dan permintaan Bu Limah melepas kerudungnyapun kularang.
''Dal, kerudungnya Ibu lepas dulu yah!'' Pinta Bu limah.
''Jangan Bu, biarin saja, saya semakin bernafsu melihat pakai kerudung..''. Larangku.
''Ah kamu ini ada-ada saja.''
Sambil terus berciuman Bu Limah melepas Bhnya, lalu bajunya ku angkat ke atas dan ku sorongkan wajahku menjamah buah dadanya. Ku ciumi dan ku jilati sepuas-puasnya. Bu Limah merengek-rengek kecil sambil tangannya mengerumasi rambutku.
''..Ah.., ngghh.., yah.., sshh.., ahh..,'' Suara Bu Limah pelan.
Tangan Bu Limah menarik celanaku hingga ******ku yang sudah keras itu mengacung bebas, lalu di permainkannya ******ku dengan meremas-remasnya.
Kain bawahan yang di pakai Bu Limah ku angkat dan ku gelungkan di pinggangnya, lalu pantatnya ku remas-remas setelah kutarik celana dalamnya.
''Dal.., ayo Dal cepet masukin..,'' Pinta Bu Limah.
''Iya Bu, disini aja ya Bu! Jawabku sambil membimbing tubuh Bu Limah ke kursi panjang yang ada di ruang tamu.
''Tapi nanti kalau ada orang gimana Dal?'' Tanya Bu Limah khawatir.
''Tenang aja Bu, kan kita nggak telanjang'' Aku meyakinkan Bu Limah.
''Dal, Ibu di atas yah..!'' Bu limah meminta posisi di atas.
Aku mengiyakan kemauan Bu Limah, ku dudukan tubuhku di atas kursi panjang dengan posisi agak berbaring, selanjutnya Bu limah menempatkan tubuhnya di atasku, dengan kedua kaki melipat sejajar pahaku, lalu Bu limah menurunkan tubuhnya dan mengarahkan memeknya ke ******ku. ******ku di pegangnya agar pas dengan lubang memeknya. Setelah itu Bu Limah menekan tubuhnya hingga ******ku masuk ke dalam memeknya sampai dasar lalu diputar-putarnya pantatnya, lalu diangkatnya memeknya dan di tekan lagi sambil di putar-putar dengan gerakan semakin cepat .
Buah dada Bu Limah yang besar bergoyang keras mengikuti gerakan tubuh Bu Limah yang semakin liar itu segera ku sosor dengan mulutku, ku ciumi dan ku hisapi hingga meninggalkan tanda merah, sementara tanganku meremas-remas bongkahan pantatnya.
Biarpun Bu Limah tidak melepas pakaian dan kerudungnya persetubuhan aku dan Bu Limah tetap dahsyat malah semakin membuatku bernafsu.
Ku imbangi gerakan Bu Limah dengan menghentakan pantatku ke atas apabila Bu Limah Menekan ke bawah sehingga aku merasakan ******ku seperti menghujam ke dalam memek Bu Limah, membuatnya semakin terhempas-hempas kenikmatan.
''Ahhh.., ssshh.., mmhh.., Yaahh..,'' Mulut Bu Limah tak berhenti merintih.
''Ayo Dal, terus tusuk yang dalam memek Ibu.., iyyahh..,'' Katanya di sela-sela rintihannya.
Setelah beberapa saat aku dan Bu Milah saling menggenjot dengan posisi Bu Milah tetap di atas, kurasakan spermaku mau keluar.
''Bu saya mau keluar.., Bu..,'' Erangku.
''Ibu juga dal, mau kaluar.., aahh..,'' Balas Bu Limah.
Gerakan tubuh ku dan tubuh Bu Limah sudah tidak beraturan lagi, aku dan Bu Limah semakin liar menjelang klimaks. Tubuhku dan tubuh Bu Limah saling peluk erat, bibir ku dan bibir Bu Limah bertautan erat saling hisap , hingga akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Limah sama-sama mengejang, spermaku pun tumpah di dalam memek Bu Limah. Aku dan Bu limah bersama-sama menikmati puncak permainan seks yang bergelora walaupun tidak begitu lama.
Aku dan Bu Limah sama-sama terdiam dengan masih berpelukan menikmati sisa-sisa gairah. Setelah keadaan dirasa normal Bu Limah mengangkat tubuhnya lalu berdiri, baru tampak olehku kalau pakaian dan kerudung yang dipakai Bu Limah begitu acak-acakan akibat pergumalan tadi.
''Udah ya Dal, Ibu mau berangkat.'' Kata Bu Limah sambil beranjak menuju kamar mandi. Aku lalu mengikutinya. Aku dan Bu Limah sama-sama masuk kamar mandi untuk membersihkan cairan sisa pergumulan. Sambil saling bercanda aku dan Bu Limah saling Basuh.
''Gara-gara ini nih Ibu jadi terlambat..,'' Kata Bu Limah sambil meremas pelan ******ku yang mulai layu.
Aku hanya nyengir mendengar gurauan Bu Limah. Setelah dirasa bersih aku dan Bu Limah keluar dari kamar mandi, aku masuk ke dalam kamarku sedang Bu Limah berjalan ke dalam rumah.
Ku ganti kaos dan celanaku lalu aku duduk di depan kamarku, ngeroko sambil baca koran. Dari dalam terlihat Bu Limah berjalan ke arahku dia sekarang sudah rapi kembali.
''Dal, Ibu berangkat ngaji dulu yah.., kalau mau istirahat jangan lupa pintu depan kunci dulu.'' Kata Bu Limah.
''Iya Bu''. Jawabku sambil berdiri dan berjalan mengikuti Bu Limah, iseng dari belakang ku remas pantat Bu Milah yang bergoyang-goyang. Bu Limah hanya mendelik manja.
''Dal, ah nakal kamu, belum puas yah..?''
''Nggak tahu nih Bu, kalau ngelihat Ibu bawaannya jadi nafsu.''
Setelah menutup pintu aku kembali ke kamar untuk tidur.

Malamnya aku dan Bu Limah nonton TV berdua di rumahnya, kami hanya mengobrol dan bercanda saja, tak enak juga untuk mengajak Bu Limah bersetubuh lagi kasihan sepertinya dia cape. Ketika aku mau kembali ke kamar telepon Bu Limah berdering yang ternyata dari cucunya Bu Limah yang mengatakan bahwa besok siang mau berkunjung. Wah alamat gairahku bisa tak tersalurkan lagi nih, kataku dalam hati.
Jam setengah tujuh pagi aku bangun dan langsung mandi. Saat berjalan ke kamar mandi kulihat Bu Milah sedang berada di dapur dengan hanya memakai daster tipis membuat gairahku naik. Ketika mandi pikiranku tertuju terus ke Bu milah, dan acara mandi pagi pun ku percepat. Pikirku kalau sekarang nggak bisa menikmati tubuh Bu Limah bisa gigit jari, soalnya kalau cucu Bu Limah datang bisa berhari-hari mereka tinggal. Aku segera mengganti kaos, sedangkan celana pendek tetap ku pakai biar praktis. Aku lalu mengendap-ngendap mendekati Bu Limah yang sedang berdiri di depan meja dapur dengan posisi membelakangiku. Setelah dekat dengan Bu Milah kepalaku langsung ku susupkan ke bawah pantat Bu Milah setelah terlebih dahulu bagian bawah dasternya aku angkat dan langsung ku ciumi belahan pantat Bu Milah yang ternyata tidak memakai celana dalam.
''Aw!.., apaan nih..!'' Teriak Bu Limah terkaget-kaget setelah tiba-tiba merasa ada sesuatu yang mendesak-desak pantatnya, tapi setelah tahu aku yang melakukannya Bu Limah pun tenang kembali.
''Iiih, kamu ini ngapain sih, ngagetin Ibu aja, untung Ibu nggak Jantungan''. Rutuknya. Sambil membiarkan saja apa yang aku lakukan terhadapnya.
Aku terus saja menciumi sekeliling pantat Bu Milah yang masih berwangi sabun, rupanya Bu milah juga baru habis mandi. Dari balik dasternya, tanganku ku julurkan ke ke atas untuk meraih teteknya yang menggantung yang juga tidak memakai BH, setelah terpegang lalu ku remas-remas, sedangkan Bu Milah sejauh ini masih cuek saja dengan terus memilih-milih sayuran.
''Dal, Ibu sih sudah menebak kalau pagi ini kamu pasti minta jatah sama Ibu.'' Kata Bu Milah.
''Memangnya kenapa Bu.'' Tanyaku dari dalam dasternya.
''Iya, kamu semalam denger kan kalau cucu Ibu mau datang. Kasihan deh kamu Dal bakal nganggur beberapa hari, hi.., hi.., hi..,'' Jawab Bu Milah sambil tertawa mengikik membayangkan penderitaanku nanti.
''Nasib-nasib.., '' Sesalku. Bu Limah kembali tertawa mendengar ratapanku itu.
Sambil terus menciumi pantat Bu Limah, kuminta dia agar sedikit melebarkan kedua kakinya, dan setelah kedua kakinya lebar mengangkang ku geser tubuhku semakin kedalam lalu ku balikan badan dengan wajahku menghadap keatas persis di bawah memeknya. Memek Bu Limah yang berbulu tebal itu lalu ku ciumi dan ku jilati, dan lubang memeknya ku masuki dengan jari tanganku sambil ku putar-putar di dalamnya. Bu Milah pun mengimbangi dengan menggoyang-goyangkan dan menekan-nekankan pantatnya, sepertinya gairah Bu Milah pun mulai naik.
''Dal berhenti dulu sebentar'' Pintanya. Dan setelah aku menghentikan kegiatanku, dengan masih tetap berdiri di tariknya kursi makan di sebelahku lalu diangkatnya satu kakinya dan di letakan di atas kursi, dengan posisi seperti itu memungkinkan aku semakin bebas menjelajahi memeknya. Memek Bu Limah kembali ku jelajahi , dan tak lama berselang kurasakan Bu Limah mengejang dengan kepala kini munumpu di atas meja satu tangannya menekan kepalaku tersuruk kian dalam ke memeknya., lalu gerakan Bi Limah pun melemah kemudian terhenti, hanya dengus nafasnya saja terdengar masih cepat.
Seiring dengan melemahnya gerakan Bu Limah, aku pun menghentikan permainan ku pada memek Bu Limah. Tanganku kini berpindah meremasi buah dada Bu Limah yang menggantung bergoyang-goyang karena kepala Bu Milah masih tergeletak di atas meja dan tubuhnya menjadi doyong ke depan. Mulutku ikut menyerbu, buah dada Bu Milah dengan rakus ku ciumi, ku hisapi dan kuremas-remas.
Setelah merasa pulih, Bu Milah lalu bangkit, dan akupun kemudian duduk di atas kursi. Bu Milah lalu memelukku dari arah depan hingga kedua teteknya yang empuk menghimpitku karena saat itu aku masih duduk di kursi. Bu Limah menciumi kepalaku lalu ciumannya turun ke wajah. Aku dan Limah saling berpagutan dan bertukar lidah.
Bu Limah Lalu jongkok, di tariknya celana pendekku hingga ******ko yang sudah keras itu mengacung. Dipermainkannya ******ku dengan mengocoknya lalu dimasukannya ke dalam mulutnya sambil di hisap-hisapnya.

Aku dan Bu Limah menuju ke menu utama permainan, dengan menyingsingkan dasternya, Bu Milah lalu tengkurap diatas meja satu kakinya tetap menginjak lantai sedang yang satunya di angkat melintang di atas meja, menampilkan pemandangan erotis pada memeknya. Terlihat memeknya sedikit mendongak. Segera kuarahkan ******ku ke belahan memek Bu Limah, kemudian ku dorong hingga amblas dan ku tarik lagi dengan lebih cepat. Tubuh Bu Milah terhempas-hempas terdorong oleh hentakanku, untung saja meja makan yang di jadikan tumpuan tubuh Bu Limah kuat, itupun sesekali beradu juga dengan dinding hingga menimbulkan suara berdegup. Aku dan Bu Limah lalu berganti posisi dengan berbaring di lantai dapur. Bu Limah memiringkan tubuhnya, aku yang sudah berjongkok di depannya segera mengangkat dan menahannya dengan pandak satu kaki Bu Limah hingga terpentang, lalu kuarahkan ******ku ke memek Bu Limah yang tampak merekah itu dan ku tusukan hingga dasar memek Bu Limah.
Ketika kurasakan saat-saat puncak sudah dekat, ku setubuhi Bu Limah dengan meniindihnya dari atas, mulutku menciumi buah dada Bu Limah. Kedua kaki Bu Limah melingkar di pinggangku, hingga aku akhirnya aku klimaks, spermaku tumpah di dalam memek Bu Limah. Aku dan Bu Limah berpelukan erat dengan bibir saling berpagutan, aku dan Bu Limah mengahiri pergulatan puas.

Setelah itu aku dan Bu Limah segera bangkit karena khawatir kalau-kalau cucu Bu Limah datang, dan benar saja tak lama setelah aku tidur-tiduran di kamarku terdengar cucu-cucu Bu Limah datang.

Ternyata cucu Bu Limah tinggal lama karena sekolahnya sedang libur panjang, tinggal aku yang sengsara menahan gairah sama Bu Limah yang tidak dapat tersalurkan. Akhirnya aku tak tahan lagi, suatu sore, ketika Bu Limah hendak mandi dan cucunya sedang main di depan, ku hentikan langkah Bu Limah di depan kamarku dengan berpura-pura ngobrol aku utarakan hasratku pada Bu Milah.
''Bu, saya sudah nggak tahan lagi nih..,'' Rengekku pada Bu Limah.
''Sabar dong Dal, kamu kan tahu sendiri ada cucuku, Ibu juga sama, sudah kepengen, tapi ya gimana.'' Jawab Bu Limah.
''Tuh Ibu juga sama, sudah kepengen kan ayolah Bu, sebentar saja.'' Desakku.
''Iya sih, tapi nggak ada kesempatannya, cucu Ibu itu lho, maunya sama Ibu terus..''
''Bu, gimana kalau nanti malam, setelah cucu Ibu tidur Ibu pura-pura saja sakit perut, atau setelah semua tidur Ibu nanti ke sini.''
''Terus kalau pas kita lagi begitu ada yang ke kamar mandi gimana?'' Kata Bu Limah Khawatir.
''Kitakan begituannya tidak di kamar mandi.''
''Habis dimana?, di kamarmu?'' Tanya Bu Limah lagi.
''Ya nggak lah itu sih resikonya sama, disitu aja tuh, tempatnya kan gelap, orang nggak akan melihat kita, lagian kalau ada orang rumah yang keluar kita bisa segera tahu.'' Kataku sambil menunjuk tempat dekat pohon belimbing di depan gudang yang gelap kalau malam.
''Ya udah deh kalau gitu, nanti malam ibu coba kesini, sudah ya nanti ada melihat.'' Jawab Bu Milah setuju.
Saat Bu Limah berlalu, aku sempatkan meremas bongkahan pantatnya setelah melihat keadaan di dalam rumah Bu Limah sepi. Bu Limah hanya merintih pelan sambil terus berjalan ke kamar mandi.

Untuk semakin mematangkan rencana, dari sehabis isya aku berpura-pura tidur dan lampu kamarku pun ku matikan. Menjelang tengah malam sekitar jam sebelas ku dengar pintu belakang rumah Bu Limah di buka, segera ki intip dari celah jendela, dan seperti yang ku harapkan terlihat memang Bu Milah yang keluar. Segera aku bangun dan keluar. Tanpa mengeluarkan kata, setelah menutup kembali pintu rumahnya dan melihatku keluar dari kamar, Bu Milah langsung menuju tempat yang telah di rencanakan, aku menyusulnya delangkah hati-hati.
Setelah berdekatan, aku dan Bu Limah langsung saling berpelukan sambil berciuman dengan panas. Bibirku dan bibir Bu Limah saling pagut dengan liar dan penuh nafsu untuk melepaskannya yang selama ini sama-sama di tahan. Tanganku dan tangan Bu Limah sama sama sibuk saling menggerayangi. Ku selusupkan tanganku ke balik daster Bu Limah hingga bagian bawah daster Bu Milah ikut terangkat ketika tanganku mulai ku remaskan ke belahan pantatnya lalu berpindah ke depan mengobel memeknya yang ternyata tidak bercelana dalam. Bulu jembutnya yang lebat ku permainkan dulu dengan menarik-nariknya dengan pelan sebelum menjamah memeknya. Memek Bu Limah yang tembam itu lalu kepermainkan, itilnya kucubit-cubit halus, jariku lalu ku masukan ke belahan memek Bu limah dan kuputar- putar di dalamnya. Sedangkan tangan Bu limah segera menyongsong ******ku yang sudah tegang di kocok-kocoknya perlahan batang ******ku seperti sedang mengurut, kemudian berpindah meremas buah zakarku. Karena situasinya tidak begitu begitu kondusif aku dan Bu Limah tidak berlama-lama melakukan cumbuan, segera saja aku dan Bu limah bersetubuh. Dengan mencoba tetap waspada kalau-kalau ada orang rumah yang keluar. Tubuh Bu Limah berdiri menyender di dinding dengan ujung daster bagian bawah di tariknya ke atas, satu kakinya naikan ke atas dan ku tahan dengan tanganku, tubuhku menghimpit tubuh Bu Limah ke dinding dan setelah dirasa posisinya pas mulai ku hujamkan ******ku ke memek Bu Milah. Biarpun dalam keadaan yang tidak begitu leluasa, aku dan Bu Limah saling bergelut dengan liar. Aku dan Bu Limah sama-sama penuh gairah dalam persetubuhan yang kami lakukan. Nafasku dan nafas Bu Limah saling memburu. Dengan tetap menusuk-nusukan ******ku tubuh Bu Limah sedikit ku angkat dengan tangan ku yang sebelumnya meremasa-remas bongkahan pantat Bu Limah. Aku dan Bu Limah terus bergerak untuk saling berbagi kenikmatan dengan mulut yang tanpa mengeluarkan suara angkat dan kutahan. Dengan cara seperti itu ternyata aku merasakan sensasi bersetubuh yang lain, yang tak kalah nikmat nya dengan persetubuhan biasa. Aku dan Bu Milah menjadi lebih panas dan penuh gairah untuk segera menuntaskan permainan penuh nafsu ini.
Mukaku ku labuhkan di tengah-tengah payudara Bu Limah setelah Bu Limah membuka kancing daster nya, lalu ku permainkan buah dada Bu Limah dengan mulutku dengan menciumi dan menghisapinya dan pada putingnya mulut ku menyosot seperti sedang menyusu membuat Bu Limah meliuk-liuk penuk nikmat.
Dan Akhinya dengan tanpa merubah posisi kami yang tetap berdiri aku dan Bu Limah sampai ke ujung klimaks, tubuhku dan tubuh Bu Limah bergelut kian rapat, pantat Bu Limah menggeol-geol tak beraturan dengan semakin liar dan ku hujamankan ******ku semakin kencang sedangkan bibirku dan bibir Bu Limah terus berpagutan dengan ganasnya saling melumat dan bertukar lidah, hingga pada akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Limah sama-sama mengejang menahan kenikmatan yang tiada tara itu, spermaku pun tumpah memenuhi rongga-rongga memek Bu Limah.



http://siezhien.wen.ru